Dengan tembusnya angka psikologis tersebut, secara teori bola bergulir merupakan modal bagi pemerintah untuk mengelola pajak secara optimal pada tahun tahun mendatang.
Di Indonesia, pengelolaan pajak berada di Kementerian Keuangan, yang secara operasional dilakukan oleh dua unit yaitu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas pajak penghasilan (PPh), Pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan pajak lainnya (di antaranya bea meterai).
Kemudian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengelola cukai, bea masuk dan bea keluar. Bila seluruh jenis pajak tersebut dijumlahkan, maka penerimaan pajak dalam RAPBN 2013 mencapai Rp1.178,9 triliun.
Penerimaan pajak sebesar Rp1.031,7 triliun tersebut akan diperoleh dari PPh Rp574,3 triliun (55,67%). Kemudian diikuti PPN dan PPnBM Rp423,7 triliun (41,07%), PBB Rp27,3 triliun (2,65%), dan pajak lainnya Rp6,3 triliun (0,61%).
Komposisi tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pajak di Indonesia termasuk moderat. Karena secara teorietis, bila makin baik dan maju perekonomian, pelaku ekonomi dan masyarakat suatu negara, maka peranan pajak langsung (diantaranya PPh) akan lebih besar dari pajak tidak langsung (di antaranya PPN).
Dilihat dari sisi pertumbuhan dari APBNP 2012, penerimaan pajak tumbuh 16,58%. Bila dibandingkan dengan perkiraan dalam asumsi makro 2013 yaitu pertumbuhan ekonomi 6,8% dan inflasi 4,9%, maka pertumbuhan alami hanya 11,7%.
Berarti, nantinya ada sekitar 4,88% atau Rp50,3 triliun penerimaan pajak yang harus diperoleh dari upaya ekstra.
Hal yang konstruktif dari meningkatnya rencana penerimaan pajak, pada 2013 juga terjadi peningkatan peranan pajak terhadap total penerimaan dan belanja negara.
Kontribusi pajak terhadap penerimaan dalam negeri (Rp1.503,2 triliun) sebesar 68,63%, meningkat dari 65,20% ahun 2012.
Kemudian kontribusi terhadap pendapatan negara dan hibah (Rp1.507,7 triliun) sebesar 68,43%, yang meningkat dari 65,16% (2012).
Sedangkan terhadap belanja negara (Rp1.657,9 triliun) sebesar 62,23% dari sebelumnya 57,16% (2012).
Makin meningkatnya peranan ini memberi indikasi makin tingginya kemandirian kita dalam membiayai kebutuhan dan pengeluaran negara. Sehingga lambat laun, ke depan besaran utang dan pembiayaan lainnya makin bisa dikurangi.
Hal yang menggembirakan adalah bahwa peningkatan penerimaan dan peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara, telah membuat negara dapat memberikan subsidi yang makin besar lagi bagi masyarakat pada 2013.
Nilai subsidi meningkat 28% dari tahun 2012 sehingga menjadi Rp316,1 triliun. Subsidi akan diberikan atas BBM (Rp193,8 triliun),
listrik (Rp80,9 triliun), pangan (Rp17,2 triliun), pupuk (Rp15,9 triliun), benih (Rp137 miliar), PSO (Rp2 triliun), kredit program (Rp1,2 triliun), dan pajak (Rp4,8 triliun).
Lebih besarnya peningkatan subsidi (28%) dibandingkan dengan pertumbuhan pajak (16,58%) memberi indikasi bahwa dana pajak akan lebih besar lagi langsung ditujukan dan di gunakan untuk keperluan masyarakat.
Bahkan ada sebagian digunakan untuk membayar pajak ditanggung pemerintah, yang seyogianya pajak tersebut dibayar oleh ma syarakat.
Penerimaan pajak yang meningkat tersebut juga akan berdampak positif terhadap pembiayaan daerah yaitu melalui transfer dana.
Transfer tersebut di antaranya melalui dana bagi hasil (DBH) yang berasal dari PPh Rp22,1 triliun, dan PBB Rp25,9 triliun.
Adapun media transfer pajak lainnya dilakukan melalui dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana otonomi khusus (DOK).
dan mineral lainnya.
kepastian hukum, termasuk penegakan hukum yang lebih tegas dan adil.