Follow Us :

Jakarta, (Analisa). Tahun ini pemerintah menetapkan tahun reformasi pajak, untuk menggenjot penerimaan, apalagi target tahun ini mencapai Rp 1.294 triliun. Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan keanehan pada data rasio pajak (tax ratio).

Untuk diketahui, tax ratio merupakan rasio penerimaan pajak dibagi dengan nominal PDB. Bambang mengatakan, pada periode 2012-2014 rasio pajak Indonesia turun dari sekitar 12% menjadi 11%. Ini aneh

“Aneh karena (rasio pajak) turun di tahun itu. Itu terjadi ketika pada saat yang sama ekonomi tumbuh di kisaran 5-6%. Pertumbuhan pajak harusnya lebih tinggi,” kata Bambang saat pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di rumah dinasnya, Kompleks Widya Candra, Jakarta, Jumat malam (31/7).

Jadi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak berdampak kepada penerimaan pajak, alias ada pertumbuhan ekonomi yang tidak menjadi pajak. Itu berarti, ada kesalahan pada administrasi pajak, penarikan pajak, dan kepatuhan wajib pajak. “Jadi harus direformasi,” imbuh Bambang.

Karena itu, tahun ini pemerintah menerapkan program reformasi. Salah satunya adalah, mulai 1 Mei 2015, seluruh Wajib Pajak (WP) di Indonesia diminta memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak selama 5 tahun ke belakang. Bila ada tunggakan, WP akan terbebas dari denda administrasi.

“Wajib pajak patuh tidak usah risau. Reformasi pajak harus tahun ini, karena sejarah kebijakan indonesia gampang digagalkan dan ditunda. Kami hanya minta perbaiki SPT 5 tahun terakhir dan selesaikan,” jelas Bambang.

Dia mengatakan, pihak Direktorat Jenderal Pajak saat ini memiliki data perusahaan-perusahaan yang tidak membayar pajaknya dengan benar.

Spal target Rp 1.294 triliun, Bambang mengatakan, kemungkinan hanya akan tercapai 91% hingga akhir tahun, atau kurang Rp 120 triliun. “Tapi Ditjen Pajak pasti akan berusaha keras. Karena bila penerimaan di bawah 95% dari target, maka tunjangan kinerja dipotong,” kata Bambang.

Di tempat yang sama, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, dari aturan perbaikan SPT, pihaknya sudah mendapat tambahan penerimaan Rp 30 triliun. Dari jumlah itu, Rp 7,6 triliun hasil ekstensifikasi atau perluasan wajib pajak baru.

“Dalam pemungutan, kami tidak pernah mempertanyakan asal muasal uang dari wajib pajak. Ditjen Pajak tidak peduli uang itu haram atau halal, karena kami tidak berkepentingan. Yang penting pajak dibayar dengan benar,” kata Sigit.

error: Content is protected