Pengamat perpajakan Universitas Indonesia, Darussalam, mengatakan saat ini 63 persen Wajib Pajak tidak patuh untuk membayar pajak. Oleh karena itu, pemerintah harus menutup mana dari mana dana pajak tersebut berasal.
"Dalam konteks pajak, sudah saatnya menutup masa lalu wajib pajak dengan cara pengampunan pajak," kata dia kepada Okezone di Jakarta.
Menurutnya, dalam konteks pajak, DJP tidak perlu melihat penghasilan tersebut berasal dari hasil apa. Dia mengatakan, ketika dana tersebut dilaporkan sebagai objek pajak maka dana itu wajib dirahasiakan dan tidak boleh dibuka kepada siapa pun oleh otoritas pajak
Darussalam melanjutkan, dengan menutup mata tersebut, bukan berarti DJP mendukung kegiatan korupsi. "DJP sudah berubah, sejak reformasi birokrasi 2002 lalu dan terus dilakukan secara bertahap," tutur dia.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Sigit Pramudito mengungkapkan, dalam draft rancangan undang-undang (RUU) pengampunan nasional, yang di dalamnya ada pengampunan pajak (tax amnesty), ada tiga kasus yang tidak bisa diampuni yakni human trafficking, terorisme dan narkoba.
Sigit menambahkan, pihaknya memandang kasus tindak pidana korupsi tidak termasuk ketiga golongan tersebut. Dengan kata lain, para pelaku koruptor masih dapat tax amnesty. Diakui Sigit, draft RUU mengenai tax amnesty yang diusulkan pemerintah berbeda dengan DPR.