“PBB dinaikkan 100% tapi pelayanan apa yang didapatkanmasyarakat? Bahkan infrastrukturpunmasih sangat parah.Jadi,kemana semuapajak yang dikutip dari rakyat itu,”ujarKetuaYayasan LembagaKonsumenIndonesia (YLKI)SumutAbu Bakar Siddik, kemarin. Untuk itu, dia sepakat agar Peraturan Daerah (Perda) No 3/2011 tentang PPB segera direvisi.Apalagi sudah banyak masyarakat yang mengadu ke YLKI menolak kebijakan ini.
“Bahkan masyarakat sudah siap untuk menggugat Perda PBB ini,”ucapnya. Ketua LSM Kepedulian Konsumen Indonesia (LKKI) Sumut Aman Situngkir sependapat dengan Abu Bakar. Dengan kondisi ekonomi yang masih sulit sekarang ini,kenaikan PPB hingga 100% sangat memberatkan masyarakat. ”Seharusnya Pemko Medan bisa melihat ke bawah jangan hanya berpikir untuk mengejar target PAD,”terang Aman.
Di Medan,kataAman,jumlah masyarakat miskin mencapai70%, disusulmasyarakat ekonomi menengah sekitar 20%. Sedangkan masyarakat ekonomi atas hanya 10%. “Seharusnya, kebijakan ini tidak diberlakukan untuk semua masyarakat. Kalau diberlakukan juga untukmasyarakat miskin yangjumlahnyalebih besar,jelas ini sangat memberatkan,” kata Aman.Aman berharap Pemko maupun DPRD segera merevisi perda tersebutmengingat masyarakat masih dicemaskandengankenaikan hargabahanbakarminyak( BBM).
Tidak Teliti
Diberlakukannya Perda No 3/2011 merupakan bukti dari buruknya kinerja DPRD.Perda usulan Pemko Medan itu seharusnya diteliti terlebih dulu sebelum disahkan. Namun, hal itu tidak dilakukan oleh Dewan sehingga bisa lolos. “Kami pertanyakan apa kerja anggota DPRD Medan itu?. Harusnya, seluruh perda yang diusulkan Pemko Medan diteliti. Apa mereka pikir kenaikan pajak 100% itu wajar?”ujar Abu Bakar.
Dengan dipaksakannnya pemberlakukan perda ini,Abu Bakar menilai, Pemko Medan hanya memikirkan dari sisi pendapatan asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kemampuan masyarakat.Apalagi manfaat yang diterima masyarakat justru sangat sedikit.
Saling Tuding
Panitia Khusus (Pansus) PBB DPRD mengaku sudah melakukan pembahasan Ranperda PBB secara detail sebelum disahkan. Termasuk potensi-potensipajakyangadadikotaini Namun Pansus yang sebelumnya diketuai Ahmad Arif mengklaim tidak pernah membahas besaran PBB yang naikhingga100%.“Kamicuma membahas aturan saja, sedangkan variabelnya dikerjakan oleh Pansus Pajak Daerah,” kata Ahmad Arif kepada SINDO, kemarin,”ucapnya.
Meski begitu, pihaknya akan bertanggungjawab dengan merevisi perda tersebut. Sebab, dalam klausul keputusan bersama antara DPRD dan Pemko disebutkan, perda bisa dirubah jika ada keberatan dari masyarakat. “Kami tidak ingin menyalahkan siapapun, karena biar bagaimanapun perda ini produk yang sudah disetujui semua fraksi,”ujarnya.
Di sisi lain,Ketua Pansus Pajak Daerah Ahmad Parlindungan Batubara mengatakan,PBB tidak termasuk dalam Perda Pajak Daerah yang mereka bahas. Perda PBB sengaja dipisahkan untuk menghindari terjadinya judicial review. “Pada pajak daerah ada sebelas pajak yang dibahas, jadi beberapaharusdipisahkanuntuk menghindari terjadinya judicial review,” ujarnya.