Kini, tim Kejati tengah meneliti seluruh bupati dan wali kota yang ada di Jawa Barat. ”Kepala daerah lain yang kasus dan perbuatannya sama persis dengan Eep akan kami tindak lanjuti, tapi tidak boleh sembarangan karena tidak semua sama,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Fadil Zumhanna di kantornya,Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, kemarin. Dia juga mengaku telah memerintahkan Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan untuk menelaah semua kepala daerah di Jabar.
Langkah itu dilakukan menyusul vonis bersalah terhadap Eep oleh Mahkamah Agung (MA) pada 21 Februari 2012. ”Begitu putusan MA keluar, saya langsung perintahkan Kasi Penyidikan untuk menginventarisasi daerah lain di Jawa Barat yang melakukan hal sama dengan kasus Eep,” ucap Fadil. Bahkan, penelaahan tidak hanya berlaku bagi bupati dan wali kota, melainkan juga gubernur. Kini,Kejati meneliti 25 Kota/Kabupaten yang merupakan keseluruhan daerah Jawa Barat kecuali Kabupaten Subang. ”Kalau dari hasil penelitian ternyata ditemukan penyimpangan, yaitu kasus yang sama dengan yang dilakukan Bupati Subang Eep,maka kami akan menindaknya.
Baik itu bupati,wali kota, atau gubernur, kami akan perlakukan sama dengan Eep,”ucap Fadil. MA memutus Eep bersalah karena menggunakan dana Biaya Pungut Pajak Bumi dan Bangunan (BP PBB) hanya berdasarkan Surat Keputusan Bupati. Hal itu dianggap tidak sesuai prosedurdanaturanhukumyang ada.”Ini uang negara yang harus dikeluarkan dengan kegiatan, kalau dengan SK (Surat Keputusan) nggak boleh,”kata Fadil. Jika hanya menggunakan SK, kata Fadil, pertanggungjawaban dana yang keluar diragukan. Bahkan, hal itu bertentangan dengan asas penggunaan uang negara yang harus dijunjung tinggi setiap pemerintah daerah.
”Kalau hanya pakai SK bagaimana pertanggungjawabannya? Itu juga tidak sesuai azas keuangan negara, pengeluaran uang negara itu harus efektif, efisien, dan akuntabel. Akuntabel dalam artian bisa dipertanggungjawabkan,” ucapnya. Pada penggunaan dana BP PBB,Eep mengeluarkan SK nomor 973/Kep.604-Dispenda/2005 yang dinilai menyalahi aturan. Akibatnya, dia divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta. Selain itu, pria yang kerap memakai iket itu juga harus mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,548 miliar. Kini Eep menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan( Lapas) Sukamiskin,Jalan AH Nasution,Kota Bandung.
Eksekusi Eep Tak Pengaruhi Birokrasi
Eksekusi Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat tidak mempengaruhi situasi Pemerintah Kabupaten Subang. ”Sebelum Pak Eep dieksekusi, posisi Pak Eep kan sudah nonaktif, dan roda pemerintahan berjalan baik,jadi tidak ada pengaruhnya baik sebelum dieksekusi maupun setelah dieksekusi,” ucap Asisten Daerah (Asda) 1 Kabupaten Subang, Saad Abdul Ghoni kemarin. Ditanya tentang kelanjutan status Pelaksana Tugas Bupati Ojang Sohandi, Saad belum dapat berkomentar lebih jauh.
”Saat ini Kami belum berbicara tentang pelantikan,karena prosesnya masih panjang,”ujarnya. Menurut dia, kondisi kekosongan kepala daerah diatur dalam Undang-Undang nomor 32 tentang Pemerintah Daerah, ”Itu kewenangan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden atas permintaan Gubernur, dan aturannya ada di Undang- Undang nomor 32 tentang Pemerintah Daerah, yang jelas untuk proses pelantikan itu masih jauh”ujarnya. Anggota DPRD Kabupaten Subang, Nining W Suherman juga mengatakan kondisi DPRD tidak terpengaruh dengan eksekusi Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat.
”DPRD Subang berjalan dengan baik, dan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kondisi lembaga kami pasca eksekusi Pak Eep,”ucap Nining. Dia berharap agar Kondisi Subang tetap bisa kondusif, dan tidak mudah terpengaruh serta terprovokasi oleh kelompok- kelompok yang tidak bertanggung jawab.