Follow Us :

JAKARTA. Pemerintah terus menggodok rencana revisi sejumlah undang-undang tentang pajak. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, dan Plt Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi juga telah menggelar rapat bersama terkait hal ini, Selasa (22/12).
 
Bambang menjelaskan, salah satu poin yang dibahas dengan Menko Perekonomian adalah rencana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan melalui revisi Undang-Undang (UU) PPh. Melalui penurunan tarif PPh ini, pemerintah ingin basis pajak ke depan akan naik. "Kami bahas konsep besarnya, PPh badan akan  diturunkan,"  katanya, Selasa (22/12).
Bambang belum mengatakan berapa penurunan tarif yang akan dilakukan. Namun sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan Luhut Panjaitan mengatakan  tarif PPh Pasal 25 atau PPh Badan akan turun dari saat ini 25% menjadi 18%.
 
Lalu bagaimana dengan tarif PPh wajib pajak orang pribadi? Bambang berjanji, pemerintah  juga akan menyesuaikan tarifnya. Namun dia menandaskan bahwa pemerintah tidak akan menambah lapisan atau golongan tarif PPh orang pribadi.  "Untuk wajib  pajak pribadi layer-nya tetap sama, tetapi  tarifnya disesuaikan," kata Bambang.
Saat ini tarif PPh orang pribadi terdiri dari empat lapisan. Pertama, penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta per tahun dikenakan pajak 5%.  Kedua,  penghasilan di atas Rp 50 juta sampai Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif pajak 10%.
 
Ketiga, penghasilan di atas Rp 250 juta sampai Rp 500 juta per tahun dikenakan pajak 25%. Keempat, penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun tarifnya 30%.
 
Pelonggaran aturan Selain  merevisi  UU  PPh, pemerintah  juga mengotak-atik UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
 
Menurut Darmin, ada beberapa perubahan yang akan dilakukan dalam UU KUP. Salah salah satu yang paling sederhana adalah mengubah terminologi wajib pajak (WP). "WP akan diubah jadi pembayar pajak, berarti NPWP berubah jadi nomor induk pembayar pajak," ujarnya.
 
Revisi UU KUP  juga  akan mengubah  ketentuan  denda atas pidana perpajakan. Ken Dwijugiasteadi menjanjikan akan ada pelonggaran sanksi terhadap para pelanggar pajak. "Karena sudah tidak menitikberatkan  pada  urusan sanksi, melainkan bagaimana mencari penerimaan negara," kata Ken.
Sayang Ken enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai poin revisi di UU KUP, termasuk pelonggaran sanksi yang akan dilakukan. Namun dalam UU  KUP  Nomor  28  tahun 2007, besaran sanksi administratif perpajakan berkisar antara 2% hingga 200%.
 
Langkah  relaksasi  pajak tersebut diharapkan mampu meningkatkan  penerimaan pajak yang tahun ini memble. Penurunan  tarif dan pelonggaran sanksi dilakukan setelah  tahun  ini  pemerintah menghapus  sanksi  administratif pajak melalui program reinventing policy.  Tahun depan, pemerintah akan menjalankan  program  pengampunan pajak yang diatur dalam RUU Pengampunan Pajak atau tax amnesty.
 
APBN 2016 menetapkan total penerimaan negara sebesar Rp 1.822,5 triliun. Untuk penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 1.360,1 triliun.
 
Pemerintah menjadikan kebijakan pengampunan pajak sebagai andalan pemasukan pajak. Harapannya, kebijakan ini bisa mendatangkan pemasukan pajak Rp 80 triliun.
 
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, penurunan tarif pajak menjadi kebijakan populer  karena kebijakan ini banyak  dinantikan. Namun menurutnya, pemerintah lebih baik mempertahankan  tarif saat ini, tetapi memperbanyak lapisan dan golongan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak yang lebih besar. Cara tersebut  lebih  efektif  untuk memperluas basis pajak.
Perluasan lapisan dan golongan wajib pajak pribadi juga terasa lebih adil bagi masyarakat dan para pembayar pajak. "Selama peluang penghindaran pajak masih tinggi, kebijakan penurunan tarif pajak tidak akan serta merta membantu memperluas basis pajak," kata Yustinus. 
error: Content is protected