Follow Us :

MEDAN –Komisi C DPRD Sumatera Utara (Sumut) mempertanyakan selisih jumlah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang disetorkan PT Artha Kencana Rayatama (AKR) sekitar Rp300 juta.

Data Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), PBBKB yang disetorkan untuk 2011 sebesar Rp9,07 miliar, sementara dalam laporan PT AKR hanya Rp8,71 miliar. Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi C DPRD Sumut dengan PT AKR di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan,Kamis (24/5). Sayangnya, dalam rapat tersebut tidak terungkap penyebab perbedaan tersebut dan masih akan didalami oleh masing-masing pihak.

“Kami akan mempertanyakan hal ini kepada Dispenda Sumut.PT AKR kami minta segera menyampaikan penyebab adanya perbedaan ini dan ini harus ditelusuri,” kata Ketua Komisi C DPRD Sumut Marasal Hutasoit,seusai rapat. Dia mengatakan,Komisi C sangat mengherankan perbedaan data ini.Hal ini tergolong unik mengingat perbedaan itu biasanya karena ada kekurangan.

Namun kali ini ada kelebihan pajak sekitar Rp300 juta di Dispenda.Anehnya lagi, kata Marasal, ketika dibandingkan data yang diperoleh Komisi C DPRD Sumut dari Dispenda dan data dari PT AKR,ada perbedaan setiap bulan. “Agak mengherankan ini, apa mungkin Dispenda menambah setoran dari PT AKR ke kas daerah. Lalu apa motifnya. Inilah yang akan kami pertanyakan dan kroscek ke pihak-pihak terkait,”katanya.

Sementara Mely,selaku perwakilan pimpinan PT AKR mengatakan, pihaknya butuh waktu untuk melakukan kroscek dan memeriksa kembali pelaporan setoran PBBKB secara mendetail. Namun, menurut dia, jumlah pajak itu sesuai dengan penjualan mereka setiap bulan yang disetorkan langsung ke kantor pajak dan diperiksa oleh Dispenda Sumut setiap bulannya.“Kami perlu melakukan kroscek dan dalam waktu dekat akan kami sampaikan apa hasilnya kepada Komisi C DPRD Sumut,”tuturnya.

Sementara Kepala Dispenda Sumut Sjafaruddin yang ditanyakan terkait perbedaan data tersebut mengaku tidak bisa menjawabnya sebelum melakukan kroscek. “Nanti saya cek dulu karena pembayar pajak itu setornya langsung ke kas daerah, bukan pada Dispenda. Jadi saya belum bisa pastikan,”ungkapnya.

Evaluasi Penyaluran BBM

Komisi C DPRD Sumut dalam kesempatan itu juga meminta pihak terkait, dalam hal ini pemerintah dan BPH Migas mengevaluasi pengalokasian BBM bersubsidi kepada penyalur. Hal ini belajar dari PT AKR yang hanya mampu menyalurkan 60% dari total kuota BBM bersubsidi yang diberikan. Sementara BBM bersubsidi yang disalurkan PT Pertamina sering berlebih.

“Seharusnya ada evaluasi karena BBM bersubsidi ini masih sering langka. Artinya masyarakat masih sangat membutuhkan, tapi ada penyalur yang tidak merealisasikan seluruh kuota yang diberikan,” tutur Marasal. Dia mengatakan, evaluasi pengalokasian kuota penyalur BBM bersubsidi ini juga diharapkan bisa menekan permainan penyaluran BBM. Selama ini, BBM bersubsidi masih sering dijual dengan harga non subsidi.

“Potensi ini sangat memungkinkan mengingat bisnis BBM non subsidi akan lebih menguntungkan daripada BBM bersubsidi,” papar politikus PDS ini. Menanggapi hal ini,Kepala Cabang PT AKR Sumut Edi membenarkan, rata-rata BBM bersubsidi yang mereka salurkan hanya sekitar 60%.

BBM tersebut didominasi solar bersubsidi yang didistribusikan melalui lima Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Sumut. Sementara bensin disalurkan melalui dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (SPBBKB). Namun berbeda dengan penyalur BBM bersubsidi lainnya,PT AKR hanya bisa mengklaim subsidi BBM setelah disalurkan.Sebab pada dasarnya bisnis mereka adalah BBM non bersubsidi. “Namun karena diminta turut menyalurkan BBM bersubsidi, kami diberikan kuota setiap tahunnya,” tuturnya.

Dia memaparkan, PT AKR yang mulai menyalurkan BBM bersubsidi pada 2010, mendapat kuota BBM bersubsidi pada 2011 untuk disalurkan di Sumut sebanyak 35.364 Kiloliter. Sementara kuota pada 2012 sebanyak 35.412 Kiloliter.

error: Content is protected