SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan keringanan dan insentif pajak sebesar 25 persen untuk pajak kendaraan bermotor angkutan umum. Kebijakan ini dikeluarkan guna menanggulangi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Jatim Anak Agung Gde Raka Wija mengatakan, kebijakan Gubernur Jatim itu berlaku pada 1 April-31 Juli 2012. Untuk kebijakan yang berlaku selama empat bulan itu, Pemprov Jatim rela kehilangan penerimaan pajak hingga Rp 64 miliar. "Kebijakan ini diharapkan bisa meredam inflasi akibat kebijakan kenaikan harga BBM nantinya," tuturnya, Kamis (29/3).
Seluruh warga Jatim yang memiliki kendaraan angkutan umum berpelat kuning akan mendapat keringanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 25 persen. Pemilik kendaraan jenis minibus yang dibuat tahun 2011, misalnya, mestinya harus membayar PKB sebesar Rp 768.000. Dengan insentif pajak itu, ia mendapat potongan 25 persen sehingga tinggal membayar Rp 576.000.
Dengan kebijakan ini, kendaraan umum diharapkan bisa tetap beroperasi seperti biasa meskipun terkena dampak kenaikan harga BBM.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya akan memberikan subsidi berupa kelebihan harga BBM bagi angkutan umum. "Pengusaha menikmati subsidi harga suku cadang dari pemerintah pusat. Khusus bagi pengemudi angkutan umum diberi subsidi kelebihan harga karena harga BBM naik," katanya.
Subsidi bagi pengemudi angkutan kota termasuk angkutan serba guna (angguna) diberi jatah 10 liter per hari. Jika harga BBM naik Rp 1.500 per liter dari saat ini, pengemudi akan memperoleh Rp 15.000 per hari.
Di Jawa Tengah, sejumlah perangkat desa di Kabupaten Magelang dan Purworejo keberatan untuk kembali dilibatkan dalam penyaluran bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). "Khawatir program ini menimbulkan konflik di masyarakat yang akan membenturkan warga dengan perangkat desa," ujar Yanto, Kepala Desa Banyuroto, Magelang.
Wakil Bupati Magelang Zaenak Arifin mengatakan, dalam kunjungan ke desa-desa beberapa waktu lalu, sejumlah perangkat desa juga mengatakan menolak kuncuran dana BLSM karena dianggap sebagai pemicu konflik.