Memang tidak semua penduduk Jakarta menikmati pemangkasan tarif PBB itu. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan, pemangkasan tarif PBB ini berlaku bagi dua kelompok berdasarkan nilai aset tanah dan bangunan.
Pertama, tarif PBB bagi tanah dan bangunan dengan nilai jual objek pajak (NJOP) di bawah Rp 200 juta dipangkas sebesar 90% dari tarif selama ini. Kedua, tarif PBB rumah dan tanah dengan NJOP antara Rp 200 juta – Rp 2 miliar, dipangkas sebesar 27%.
Adapun tarif pajak rumah dan bangunan rumah dengan NJOP antara Rp 2 miliar sampai dengan Rp 10 miliar tetap sama dengan tahun lalu.
Namun, kabar tidak sedap bagi warga Jakarta pemilik rumah dan bangunan senilai di atas Rp 10 miliar. Tarif PBB bagi golongan ini justru naik 59% dibandingkan dengan tarif sebelumnya.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No 16/2011 tentang PBB Pedesaan dan Perkotaan yang berlaku efektif tahun 2013. Beleid ini menyebutkan klasifikasi persentase tarif pajak sesuai golongan NJOP.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Iwan Setiawandi, menjelaskan, pemangkasan tarif PBB hingga 90% ini karena penerapan sistem perhitungannya yang berbeda. Sebelumnya, perhitungan tarif PBB berdasarkan pada NJOP dikalikan persentase PBB sebesar 0,5%. Hasilnya kemudian dikalikan lagi dengan nilai jual kena pajak (NJKP).
Mulai tahun ini hitungannya tidak lagi seperti itu. "Langsung dikalikan NJOP dengan persentase dan tak lagi dikalikan NJKP," katanya kepada KONTAN, Senin (18/3).
Nah, bukan hanya perhitungan yang berbeda, proses pemungutan PBB juga berubah. Kini, pemerintah pusat tak lagi memungut PBB melainkan dikelola langsung oleh Pemprov DKI Jakarta.
Meski ada pemotongan tarif pajak hingga 90%, Iwan optimistis, skema ini tidak mempengaruhi setoran pungutan PBB terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta. Sebab, wajib pajak yang memiliki aset senilai di atas Rp 10 miliar akan membayar pajak bumi dan bangunan lebih besar.
Justru lewat diskon pajak ini, Pemprov DKI Jakarta menargetkan setoran PBB naik 30% ketimbang tahun lalu, dari sebelumnya Rp 2,7 triliun menjadi Rp 3,6 triliun di tahun 2013. "Kami optimistis target ini bisa tercapai karena tingkat kesadaran wajib pajak untuk menyetorkan PBB akan lebih baik," ujar Iwan.
Prinsip keadilan
Iwan menjelaskan, semangat Perda PBB ini untuk meringankan beban masyarakat kecil terhadap kewajiban membayar pajak. Pengenaan tarif PBB secara progresif berdasarkan nilai aset objek pajak juga bertujuan memenuhi rasa keadilan di masyarakat. "Jadi masyarakat kecil membayar pajak lebih kecil, sedangkan yang kaya akan ditambah beban pajaknya," tandasnya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengamini bahwa regulasi PBB DKI Jakarta ini bertujuan menerapkan prinsip keadilan di masyarakat. Menurutnya, beban pajak masyarakat kelas menengah bawah di Ibukota pun semakin ringan. Di sisi lain, dia berkeyakinan, kelompok masyarakat atas dan berpunya tak berkeberatan membayar pajak rumah dan tanah yang lebih mahal.
Teguh Satria, Ketua Real Estate Indonesia (REI), menilai, beleid baru ini tidak menggoyahkan pasar properti di Jakarta kendati tarif PBB aset senilai di atas Rp 10 miliar melejit tinggi. Pengusaha properti juga tidak akan terpukul regulasi Pemprov DKI Jakarta karena PBB dikenakan kepada pemilik aset, bukan kepada pengembang properti.