JAKARTA, KOMPAS — Investor di pasar valuta asing tetap menunggu dampak paket kebijakan pemerintah dan otoritas terkait terhadap perekonomian nasional. Keputusan investor yang tidak hanya bertumpu pada ekspektasi, akan membuat nilai tukar rupiah lebih terjaga dalam jangka panjang.
Tren penguatan nilai tukar rupiah di pasar valuta asing tunai (spot) dan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) terus berlanjut. Pada Senin (12/10) nilai tukar menurut kurs referensi Jisdor tercatat Rp 13.466 per dollar AS, menguat dari posisi pekan lalu Rp 14.521 per dollar AS. Sepanjang Oktober ini, nilai tukar rupiah menurut kurs Jisdor menguat 8,8 persen.
Adapun nilai tukar rupiah di pasar spot menguat hingga Rp 13.407 per dollar AS. Sepanjang perdagangan pada Senin, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp 13.359 per dollar AS.
Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina menuturkan, insentif berupa diskon bunga deposito untuk penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di perbankan nasional berperan besar dalam membentuk persepsi positif. "Insentif itu secara langsung mendorong masuknya valuta asing milik eksportir. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan juga merelaksasi ketentuan untuk kegiatan trust di perbankan," kata Dian.
Penguatan nilai tukar rupiah sepanjang pekan lalu merupakan dampak dari kombinasi berbagai sentimen dari global dan domestik. Dari pasar global, data perekonomian AS yang di bawah harapan sehingga muncul pesimisme bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini.
Pada saat yang sama, ada pengelola dana dalam jumlah besar yang memberi testimoni positif atas perekonomian Indonesia. Hal itu mendorong masuk lagi modal asing ke pasar domestik.
Dian menilai, Bank Indonesia bisa memanfaatkan momentum itu dengan mengintervensi pasar valas secara terukur sehingga nilai rupiah menguat signifikan.
Dian melihat bahwa ada sinyal positif dari bank sentral asing yang menjadi investor pada surat utang negara. Kepemilikan bank sentral asing pada surat utang negara cukup besar. Namun, saat nilai tukar rupiah dalam tren melemah, penurunan kepemilikan bank sentral asing dalam surat utang negara tidak terlalu signifikan.
"Bank sentral adalah tipe investor jangka panjang. Kalau bank sentral asing tetap menjadi investor di pasar Indonesia, itu berarti bahwa dalam jangka panjang mereka melihat prospek perekonomian Indonesia bagus," kata Dian.
Sektor riil
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, berharap, pemerintah memanfaatkan momentum kembalinya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan memastikan bahwa paket kebijakan berdampak langsung ke sektor riil.
"Kalau pertumbuhan sektor riil makin baik, konsumsi akan meningkat lagi. Secara fundamen, kalau daya beli meningkat, perekonomian nasional akan menarik bagi investor," kata Josua.
Realisasi kebijakan dan dampaknya terhadap sektor riil itu penting untuk menahan pelemahan nilai tukar yang terlalu dalam jika The Fed akhirnya menaikkan suku bunga acuan. "Kalaupun nanti The Fed menaikkan suku bunga, saya memperkirakan bahwa dampaknya terhadap pelemahan rupiah akan terbatas karena kepercayaan investor terhadap perekonomian kita," kata Josua.