Lembaga Penjamin Simpanan dinilai masih memadai.
Jakarta — Pemerintah memutuskan belum akan menerapkan keputusan sidang tingkat tinggi kelompok G-20 mengenakan pajak di sektor keuangan (financial levy). Sedangkan Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis mengenakan kebijakan ini untuk mengurangi beban masyarakat pembayar pajak atas kegagalan sektor perbankan. Amerika Serikat, misalnya, bakal mengenakan pajak ini hingga US$ 20 miliar dalam 10 tahun mendatang.
"Kami dalam posisi levy belum perlu ada," kata Agus dalam konferensi pers mengenai hasil-hasil pertemuan pemimpin negara anggota G-20 di kantor Kementerian Keuangan kemarin.
Konsekuensinya, dia melanjutkan, pemerintah dan Bank Indonesia harus menjaga kesehatan lembaga keuangan sehingga tak terjadi krisis. Namun, tak menutup kemungkinan inisiatif pajak sektor keuangan akan dikemukakan pemerintah jika upaya meningkatkan kinerja perbankan gagal.
Agus berpendapat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai sistem yang menghimpun premi perbankan masih cukup memadai menangani bank gagal. "Lembaga keuangan harus hati-hati, LPS juga harus hati-hati," katanya.
Dalam sidang G-20 di Toronto, Kanada, akhir pekan lalu, penerapan kebijakan financial levy diserahkan kepada masing-masing negara karena kondisi perekonomian dan perbankan yang berbeda. Bahkan beberapa negara belum memiliki jaringan pengaman sektor keuangan atau LPS.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Anggito Abimanyu menilai, dibanding menerapkan pajak sektor keuangan, pembentukan jaring pengamanan sektor keuangan global lebih mendesak. "Jangan (pungut lagi) dari sektor keuangan karena situasi perekonomian sedang seperti ini," kata bekas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu pekan lalu.
Mengenai mekanismenya, Anggito berpendapat, negara anggota G-20 bisa menggunakan konsep pengumpulan dana cadangan yang diterapkan Chiang Mai Initiative. Dana yang dialokasikan masing-masing negara tak dikumpulkan dalam satu wadah, namun dana itu harus bisa digunakan sewaktu-waktu.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah menuturkan, ada empat agenda utama pembahasan dalam sidang yang berlangsung dua hari itu. Dibandingkan dengan agenda lainnya, menurut Halim, pembahasan isu pengenaan pajak sektor keuangan mendapat perhatian yang besar dan memakan waktu cukup lama.
Halim menjelaskan, Indonesia akan berhati-hati dalam mengeksekusi kebijakan ini. Sebab pajak itu akan meningkatkan biaya dana, seperti biaya intermediasi antarbank, meski sisi lain pajak itu akan mengurangi biaya moral hazard.
Pajak sektor keuangan muncul dalam pembahasan Systematically Important Institution (SIFI), yang meliputi jangkauan antarnegara dan nasional. Sebagian negara menginginkan kegagalan SIFI tak ditanggung oleh pajak masyarakat, namun negara lain tak sepakat. "(Peserta sidang) sepakat untuk tidak sepakat," kata dia.