Demikian kalimat penutup yang disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam wawancara dengan Kompas, di Jakarta, Rabu (2/12).
Ken ditunjuk oleh Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro sebagai Plt Dirjen Pajak menggantikan pejabat definitif Sigit Priadi Pramudito, yang mengundurkan diri per Rabu kemarin karena realisasi penerimaan pajak jauh daripada target. Sigit adalah calon terpilih hasil seleksi terbuka yang dilantik per 6 Februari 2015.
Pada hari pertama sebagai Plt Dirjen Pajak, Ken belum menempati ruang kerja dirjen pajak di Gedung Utama Lantai V. Pria yang sudah 33 tahun bekerja di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu memberikan wawancara di ruang kerja lamanya selaku anggota staf ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak di Gedung A1 Lantai II Kantor Pusat DJP. Wawancara berlangsung sekitar satu jam. Berikut petikan wawancara yang dituliskan dalam format tanya jawab.
Sampai kapan menjabat sebagai Plt Dirjen Pajak?
Karena saya ditugaskan, jadi itu bergantung pada pimpinan.
Apa prioritas kerja Anda?
Prioritas saya di penerimaan Desember 2015. Saya harus bekerja keras.
Strateginya?
Gotong royong. Pertama konsolidasi internal DJP. Saya mengajak teman-teman DJP ini satu jiwa. Kemudian saya minta gotong royong dengan para pembayar pajak. Tidak ada strategi lain. Kedua saya masih berharap, pembayar pajak ikut program reinventing policy dan revaluasi aktiva tetap.
Berapa target penerimaan di Desember?
Semaksimal mungkin. Saya tidak bisa meramal. Revaluasi dan reinventing policy harapannya bisa menyumbang Rp 30 triliun. Selain itu, menjelang liburan biasanya Pajak Pertambahan Nilai naik karena orang belanja. Proyek-proyek pemerintah juga banyak yang jatuh tempo pembayarannya sehingga menyumbang penerimaan pajak.
Saya juga akan berkoordinasi dengan para pihak. Salah satunya Badan Intelijen Negara. Jadi, mudah-mudahan Desember bisa di atas Rp 200 triliun.
Target penerimaan pajak tahun ini, di luar migas, adalah Rp 1.244 triliun. Berdasarkan data DJP, penerimaan sampai dengan 27 November baru Rp 806 triliun atau 64,75 persen. Artinya, realisasi terhadap target kurang Rp 438,72 triliun. Padahal, waktu tinggal kurang dari sebulan.
Jika target penerimaan Desember senilai Rp 200 triliun tercapai, realisasi sampai dengan akhir tahun sekitar 1.006 triliun atau lebih kurang 80 persen dari target.
Tahun ini, pemerintah memberikan remunerasi atau perbaikan tunjangan kinerja kepada pegawai pajak. Jika penerimaan pajak sampai dengan akhir 2015 kurang dari 80 persen, tunjangan kinerja pegawai pajak 2016 dipotong 30 persen dari level 2015. Untuk tingkat eselon 4 ke bawah, tunjangan bisa berkurang Rp 2 juta-Rp 5 juta.
Bagaimana konsekuensi realisasi yang jauh dari target terhadap remunerasi pegawai pajak?
Saya akan berusaha mempertahankan supaya tidak diturunkan. Saya akan mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan Pak Sigit. Kalau bisa, tunjangan kinerjanya jangan diturunkan.
Alasannya?
Karena biaya pemungutan pajak (termasuk untuk gaji pegawai pajak) dibandingkan dengan penerimaan pajak yang dikumpulkan itu kecil. Enggak usah dipotonglah. Wong target tahun 2016 juga naik.
Saya juga akan mengusahakan ekstensifikasi. Dari 129 juta orang kelas menengah, baru 27 juta orang yang terdaftar. Artinya, 102 juta belum terdaftar. Kalau yang belum terdaftar ini mau daftar dan bayar pajak, akan ada tambahan Rp 392 triliun. Saya akan bekerja keras untuk melakukan ekstensifikasi terhadap ini. Pasti ada tambahan.
Berapa target ekstensifikasi?
Saya tidak bisa meramal. Namun, saya bisa melakukan. Saya tidak akan berburu di kebun binatang.
Konkretnya?
Saya melakukan ekstensifikasi melalui teknologi informasi. Tidak harus ketemu langsung dengan orang. Jadi, melakukan ekstensifikasi tanpa kegaduhan.
Pesan untuk para pengusaha?
Mari kita gotong royong. Ke depan, saya lebih menekankan dialog dan ekstensifikasi. Itu saja. Saya tidak mau ada kegaduhan. Yang enak itu, masyarakat tenang, berusahanya tenang, hasilnya banyak. Bayar pajak sesuai kesadaran sendiri.
Apa ini berarti penegakan hukum dikurangi?
Kalau sudah keterlaluan, tetap penegakan hukum. Penyanderaan, misalnya, adalah upaya terakhir. Yang namanya tunggakan pajak itu timbul karena adanya pemeriksaan atau penegakan hukum. Pajak baru akan menjadi tunggakan setelah 3 tahun 6 bulan 21 hari. Ini menunjukkan bahwa DJP tidak sewenang-wenang.
Bagaimana dengan insentif yang banyak diberikan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi?
Tidak masalah. Pemberian insentif bukan berarti potensi pajak akan turun. Pajak yang hilang karena diinsentifkan bisa lebih kecil dari pajak yang ditimbulkan dari kegiatan investasi itu sendiri.
Siap jika ditunjuk sebagai pejabat definitif ?
Yang penting kalau saya ditunjuk, ya, saya jalankan. Saya siap diperintah. Wong saya prajurit.