JAKARTA. Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) pengampunan bagi pengemplang pajak (tax amnesty) belum jelas. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku masih menyempurnakan usulan guna merevisi draf awal. Saat yang sama, masih ada perdebatan antar fraksi tentang asal usul RUU. Padahal, targetnya, RUU ini rampung dibahas akhir November 2015 ini.
Taufiqulhadi, anggota badan legislasi (Baleg) DPR dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) mengatakan, pihaknya tetap tak setuju jika RUU pengampunan pajak ini menjadi inisiatif DPR. "Ini seharusnya menjadi inisiatif pemerintah, masih ada perbedaan pendapat di fraksi," ujarnya kepada KONTAN, kemarin.
Ia beralasan, RUU ini memiliki implikasi politis. Apalagi, kriteria wajib pajak yang menjadi target tax amnesty belum jelas. Misalnya, apakah koruptor yang mengemplang pajak juga akan diampuni.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Firman Soebagyo bilang, rancangan beleid ini penting guna mendongkrak pendapatan negara. Karenanya, ia berharap gesekan fraksi bisa segera mereda sehingga pembahasan RUU ini bisa segera digelar.
Bahkan, "Kalau ini urgent sekali, saat reses, Baleg bisa melakukan rapat atas seizin pimpinan DPR sesuai mekanisme," tuturnya. Maklum, DPR akan masuk reses 2 November – 20 November 2015.
Fraksi Golkar dikabarkan mendukung penuh kebijakan ini, sedangkan PDIP kini berbalik ragu-ragu karena berpotensi disalahgunakan oleh pengemplang pajak.
Meski pembahasan RUU ini belum dimulai, namun pemerintah telah memasukkan anggaran tax amnesty dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang dibahas bersama Badan Anggaran DPR.
Pemerintah telah mencantumkan pendapatan dari tax amnesty, meski kebijakan itu belum final.
Kini Baleg DPR masih menunggu penyempurnaan usulan untuk dimasukkan dalam draf RUU. Antara lain penghapusan proyeksi penerimaan dari tax amnesty. Kabar yang beredar dan belum dapat diverifikasi KONTAN, proyeksi penerimaan dari tax amnesty yang dihapus sebesar Rp 500 triliun. Setelah direvisi, Baleg akan mengundang pemerintah guna membahas RUU itu.
Mekar Satria Utama, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bilang, RUU pengampunan pajak sudah resmi menjadi inisitif DPR. Kini, pemerintah masih menunggu untuk memberi masukan saat pembahasan.
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi menambahkan, Ditjen Pajak akan memberikan masukan terkait kebijakan yang menjadi wewenangnya.
Menurutnya, Ditjen Pajak hanya bisa menghapus sanksi terkait pajak, bukan sanksi atas kejahatan lainnya, termasuk korupsi. Soal tarif tebusan, menurut Sigit, angka yang ada di draf awal sudah pas.
Tarif tebusan berkisar 3% hingga 8% tergantung periode pengajuan tax amnesty.