Indikator memburuknya setoran pajak ini terlihat dari anjloknya penerimaan pajak dari wajib pajak besar sektor pertambangan, manufaktur dan industri keuangan. Lihat saja, berdasarkan catatan kantor pajak, setoran pajak penghasilan dari 11 wajib pajak besar perusahaan tambang, selama Januari-Agustus 2012, hanya Rp 6,4 triliun.
Padahal periode yang sama tahun lalu, mereka masih menyetor pajak Rp 20,85 triliun. Jadi, anjlok 69,3%. "Kelihatannya ini menjadi satu gambaran yang sangat suram dari penerimaan pajak 2012." ungkap Dirjen Pajak, Fuad Rahmany saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, kemarin.
Indikator lain yang menunjukkan lampu kuning penerimaan pajak mulai menyala adalah pajak dari industri pengolahan yang mengalami penurunan hingga Rp 8 triliun. Meski tanpa menyebutkan berapa posisi penerimaan pajak dari sektor ini hingga akhir Agustus, Fuad bilang, telah terjadi kemerosotan penerimaan hingga 132% dari periode yang sama tahun lalu. "Penerimaan dari industri keuangan, juga turun sekitar Rp 6 triliun," tambahnya.
Melesetnya setoran pajak dari beberapa sektor usaha ini jelas akan mengganggu total penerimaan pajak. Sebagai gambaran, penerimaan pajak dari industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar yaitu 15,91% dari total penerimaan pajak. Sedangkan sektor tambang berkontribusi 9,35% dari total penerimaan pajak.
Yang mencengangkan, Fuad mengakui, para wajib pajak besar sudah melempar handuk putih. Sebagian perusahaan sudah mengirimkan surat permintaan kepada Ditjen Pajak untuk mengurangi setoran pajak bulanan mereka. Ini menunjukkan kondisi wajib pajak sudah cukup memprihatinkan.
Sekadar tahu, dalam aturan yang ada, setoran pajak pertahun dibayarkan oleh perusahaan setiap bulan. Tapi, perusahaan diberikan hak untuk memohon kepada Ditjen Pajak untuk merevisi besaran setoran pajak itu sesuai besarnya penerimaan.
Mengejar WP besar.
Fuad mengakui untuk memenuhi setoran pajak tahun makin berat. Hanya saja, ia belum menyerah. Tapi, ia tidak mau menyebutkan berapa potensi kegagalan pencapaian target pajak atau sering disebut dengan shortfall.
Catatan saja, dalam APBN Perubahan 2012 pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 885,02 triliun. Dari jumlah itu, target penerimaan pajak penghasilan (PPh) non migas Rp 445,73 triliun.
Nah, hingga Agustus 2012, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 519,722 triliun dengan realisasi PPh non migas Rp 255,73 triliun. "Kami akan mencari berbagai cara untuk melokalisasi pemburuan wajib pajak besar, karena penerimaan pajak kita sangat tergantung dengan mereka," kata Fuad. Namun, ia tidak mau menjelaskan secara spesifik apa yang akan dilakukan untuk memburu wajib pajak besar tersebut.
Darussalam, pengamat perpajakan mengatakan, penurunan penerimaan pajak yang terjadi kepada tiga sektor tersebut memang menjadi pukulan berat bagi penerimaan pajak tahun ini. Apalagi, tiga sektor itu merupakan sektor penyumbang pajak terbesar.
Namun demikian, Darussalam berharap, agar Ditjen Pajak bisa mencari cara lain agar target penerimaan pajak 2012 ini bisa dicapai. Salah satunya, dengan mengejar pajak dari sektor pajak orang pribadi yang selama ini belum tergarap secara maksimal.