Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan pajak sampai 31 Agustus mencapai Rp 592,57 triliun atau 45,76 persen dari target penerimaan pajak tahun ini senilai Rp 1.295 triliun. Pencapaian itu lebih rendah daripada pencapaian periode sama 2014 yang mencapai Rp 606,13 triliun atau 56,54 persen dari target.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Sigit Priadi Pramudito, di Jakarta, Senin (21/9), menyatakan, pihaknya tidak bisa mengandalkan penerimaan pajak dari pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Oleh karena itu, Sigit mengandalkan program reinventing policy untuk mengejar target di tiga bulan terakhir ini. Program reinventing policy adalah program penghapusan sanksi administrasi sebagai akibat dari keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan (SPT), pembetulan SPT, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak.
Menurut Sigit, pihaknya memiliki data potensi pajak selama lima tahun terakhir yang bisa digali dari program reinventing policy. Potensi yang akan digali tahun ini mencapai lebih dari Rp 200 triliun. Sampai 31 Agustus, DJP telah menghimpun pajak senilai Rp 40 triliun dari potensi itu.
Potensi yang sudah terkonfirmasi mencapai Rp 47 triliun dan tinggal menunggu pembayaran oleh wajib pajak. Sisa potensinya akan terus digali oleh DJP sampai akhir tahun. Misalnya, dalam kegiatan ekspor. Nilai ekspor versi surveior jauh lebih besar daripada penerimaan pajak dari ekspor. Selisihnya senilai Rp 37 triliun.
Direktur Eksektutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengyatakan, program reinventing policy merupakan program bagus. Namun, sejauh ini, program itu kurang optimal. Ia menilai, program itu tidak akan mampu mengungkit penerimaan pajak. Karena itu, penerimaan pajak bisa kurang Rp 200 triliun sampai Rp 240 triliun dari target.