JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih meminta Otoritas Jasa Keungan (OJK) agar mau membuka data nasabah perbankan. Alasan Ditjen Pajak, pembukaan data ini menerapkan ketentuan pertukaran informasi pajak antar negara yang akan berlaku pada akhir 2017.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, pemerintah saat ini masih melakukan pembicaraan dengan OJK terkait pembukaan data perbankan. Pembicaraan terus dilakukan karena sistem perbankan Indonesia memang tertutup sebagaimana diatur Undang-Undang Perbankan.
Walau begitu, Sigit mengaku akan ada mekanisme lain mengenai pembukaan data perbankan oleh otoritas pajak. Tanpa mengatakan secara detail, Sigit bilang, ada kemungkinan OJK menerbitkan payung hukum tersendiri. "Akan ada payung hukum, mungkin Peraturan OJK," kata Sigit, Rabu (16/9). Dia bilang, peraturan ini sedang disusun oleh OJK.
Seperti diketahui, keterbukaan informasi perbankan menjadi kesepakatan negara-negara G20 dan Organisasi Kerja Sama Pengembangan Ekonomi atau Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Lembaga ini juga telah meluncurkan panduan resmi kerja sama pertukaran informasi tersebut. Kerja sama itu direncanakan diadopsi oleh negara-negara anggota OECD pada 2018. Dalam kerjasama itu Ditjen Pajak hanya sebagai perantara pemberi data.
Sebelumnya Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, Indonesia bersama sebagian negara anggota G20 sepakat mengadopsi lebih awal ketentuan keterbukaan informasi perpajakan.
Dengan komitmen early adopter oleh Indonesia, maka penerapan ketentuan pertukaran informasi ini menjadi lebih cepat, yaitu pada akhir 2017. Usai pertemuan dengan negara anggota G20 di Ankara, Turki pada 3-6 September 2015, menurut Bambang, pemerintah segera mengusulkan untuk merevisi aturan turunan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998.
Upaya untuk mendapatkan data perbankan juga pernah dilakukan Ditjen Pajak dengan merilis Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen) Nomor PER-01/PJ/2015 tentang Penyerahan Bukti Potong Pajak atas Bunga Deposito. Namun aturan tersebut dicabut karena dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo bilang, data perbankan efektif untuk menggali potensi pajak suatu negara. Oleh karena itu seharusnya OJK dan BI juga berkomitmen sama. Namun upaya itu masih akan sulit tanpa merevisi UU Perbankan.