Follow Us :

JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terus berupaya menggali potensi pajak untuk menutup kekurangan penerimaan pajak tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp 120 triliun. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-61/PJ/2015 tentang Optimalisasi Penilaian (Appraisal) untuk Penggalian Potensi Pajak dan Tujuan Perpajakan Lainnya.
Aturan yang berlaku mulai 11 September 2015 menjadi cara Ditjen Pajak melakukan optimalisasi penilaian, ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, dan penegakan hukum pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, aturan ini dikeluarkan untuk efisiensi dalam penggalian potensi pajak.
Dengan adanya SE ini, salah satu dampaknya, hasil penilaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sektor pertambangan, perkebunan, perhutanan, dan sektor lainnya (PBB-P3) dapat dijadikan acuan untuk penggalian potensi pajak lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selama ini tim penilai PBB berbeda dengan tim penilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena dalam melakukan penilaian, diperlukan kemampuan khusus. "Sekarang disatukan, penilai PBB bisa juga menilai potensi pajak yang lain, untuk ekstensifikasi, pengawasan atau bahkan penegakan hukum," katanya, Minggu (27/9).
SE itu menjelaskan, optimalisasi penilaian pajak dilakukan bila ada transaksi tanpa pembayaran yang mengandung perubahan nilai barang. Nantinya wajib pajak diwajibkan menggunakan nilai pasar dalam pelaporannya. Contohnya revaluasi aktiva tetap, transaksi tukar menukar harta, pengalihan harta jika terjadi likuidasi ataupun penggabungan perusahaan, pengalihan harta penyertaan modal, waris, hibah, dan sejenisnya.
 
Optimalisasi penilaian juga dilakukan untuk transaksi yang diikuti pembayaran dan harga transaksi dapat diuji kewajarannya berdasarkan data pembanding yang tersedia luas. Contohnya, penjualan barang kena pajak berupa aktiva bekas, transaksi jual beli/pengalihan hak atas tanah dan bangunan, sewa gedung, dan sejenisnya.
 
Selain itu aturan juga berlaku jika ada biaya yang terkait penggunaan aktiva perusahaan, seperti biaya penyusutan, biaya amortisasi, atau cadangan piutang tak tertagih.
Mekar menjelaskan, Ditjen pajak, terutama bagian ekstensifikasi, akan berkoordinasi dengan tim penilai untuk menentukan ada tidaknya indikasi nilai pasar atau harga transaksi yang dilakukan sesuai keadaan sebenarnya. Jika ada indikasi tidak sesuai, data WP akan masuk daftar sasaran ekstensifikasi. Diharapkan dengan integrasi ini kegiatan penilaian untuk penggalian potensi pajak lebih efisien.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, aturan ini akan memudahkan Ditjen Pajak dalam melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Apalagi saat ini banyak muncul objek pajak baru, ataupun adanya kenaikan nilai objek pajak seiring dengan perkembangan ekonomi yang terjadi.
error: Content is protected