JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menurunkan besaran bunga sanksi administratif pajak dari 2% per bulan menjadi 1% per bulan. Penurunan itu menjadi usulan dalam revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama, mengatakan, besaran sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan tercantum dalam Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 8 ayat 2a Undang-Undang KUP.
Pasal tersebut menyebutkan, pengenaan sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) berakhir sampai dengan tanggal pembayaran. "Jika wajib pajak membetulkan sendiri, sanksi bunganya turun menjadi 1%. Itu usulan kami," katanya, ke KONTAN, Rabu (12/8).
Mekar bilang, penurunan besaran sanksi bunga administrasi tersebut menjadi salah satu bentuk insentif bagi wajib pajak yang secara sukarela pembetulan sendiri SPT, tanpa melalui proses pemeriksaan oleh Ditjen Pajak.
Dia mengakui, penurunan sanksi pajak akan menurunkan potensi penerimaan negara. Namun, Mekar berdalih otoritas pajak memang tidak mencari penerimaan yang berasal dari hukuman dan lebih mengutamakan pendidikan pajak ke masyarakat. "Kami cari penerimaan dari kesadaran wajib pajak. Lagipula, kontribusi penerimaan yang berasal dari sanksi pajak terhadap penerimaan secara keseluruhan menempati bagian terbawah," katanya.
Jika usulan ini diterima, maka kemungkinan besar penurunan besaran sanksi administratif pajak tersebut bisa mulai berlaku pada 2016 atau 2017. Sebelumnya pemerintah juga memproyeksi revisi UU KUP akan rampung akhir tahun depan.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menyatakan, usulan penurunan sanksi administratif pajak sudah tepat. Artinya, lanjut Prastowo, usulan Ditjen Pajak tersebut didasarkan pada kondisi saat ini yang mengalami penurunan realisasi pajak, dan mengembalikan fungsi sanksi bunga pajak untuk membina dan bukan untuk menghukum. "Sanksi 2% itu ditetapkan karena dulu tingkat bunga masih tinggi sehingga idealnya memang perlu disesuaikan," katanya.
Prastowo juga berpendapat, bahwa kebijakan menurunkan sanksi yang diusulkan tersebut merupakan bentuk keadilan antara wajib pajak yang beritikad baik. Diharapkan penurunan besaran sanksi tersebut juga dapat menumbuhkan kepercayaan antara wajib pajak dengan otoritas pajak. Sehingga kesadaran masyarakat untuk membayar pajak semakin besar.