Follow Us :

JAKARTA – Negara penghasil minyak terbesar di dunia, Arab Saudi saat ini berada dalam krisis keuangan. Hal ini lantaran harga minyak dunia yang terus melemah dalam 11 tahun terakhir.

Padahal, Arab Saudi termasuk negara yang sangat royal terhadap warga negaranya. Pasalnya, selain memberikan subsidi subsidi listrik, gas dan air, masyarakat juga sama sekali tidak dikenakan pajak penghasilan.

Melansir CNN, Jumat (8/1/2016), ada beberapa keistimewaan yang diterima warga negara Arab Saudi oleh negaranya. Keistimewaan tersebut meliputi gas bersubsidi, perawatan kesehatan gratis, pendidikan gratis, subsidi air dan listrik, bebas pajak penghasilan, penginapan umum, sekira 90 persen warga negaranya dipekerjakan pemerintah dan masih banyak lagi.

Sayangnya, saat ini Arab Saudi mungkin harus mulai menerapkan pajak penghasilan bagi warganya. Sebab, semua keistimewaan tersebut sudah tidak dapat lagi dibayar oleh Arab Saudi lantaran defisit transaksi berjalan hampir USD100 miliar pada 2015 lalu dan bisa jadi terulang tahun ini atau lebih buruk.

Tidak hanya itu, Dana Moneter Internasional (IMF) baru-baru ini meramalkan bahwa Arab Saudi dapat kehabisan uang tunai dalam lima tahun atau kurang jika harga minyak tetap di bawah USD50 per barel.

"Saudi telah menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk membeli dari populasi mereka," kata Diplomat di Southern Methodist University, Robert Jordan.

Dia memprediksi Arab Saudi bahkan mungkin harus mulai mengumpulkan pajak-pajak penghasilan atau penjualan.

"Bagian dari pengaruh rezim itu membuat orang-orang tidak memaksakan pajak dan tidak berekpektasi tentang itu," kata Jordan. "Tapi setelah mereka membayar pajak, cenderung melihat peningkatan kerusuhan politik."

Apalagi, saat ini pengangguran sudah cukup tinggi di negara tersebut. Badan Statistik resmi mencatat pengangguran sekira 12 persen, tetapi para ahli mengatakan kemungkinan jauh lebih tinggi karena banyak orang Saudi bahkan tidak mencari pekerjaan.

error: Content is protected