Kalau di Indonesia, sebut saja Telkom, XL, Indosat, dan beberapa operator lain. Namun, kini panggung itu direbut oleh para OTT seperti Google, Microsoft, Apple, Yahoo, Facebook, dan sebagainya. OTT adalah para pemain yang menumpang memasarkan aplikasi di atas jaringan operator telekomunikasi. Keluhan operator soal OTT yang mendompleng jaringan mereka harus dicarikan jalan keluar. Agar pemerintah, operator, dan OTT mendapat keuntungan yang adil, seharusnya perlu aturan baru yang tegas.
Selama ini, operator seluler terlalu dirugikan di hadapan OTT meski keberadaannya juga menyumbang peningkatan traffic. Hasil sharing keuntungan masih terlalu menguntungkan OTT. Profi t sharing kepada operator porsinya sekitar 70 persen dinikmati oleh OTT dan sisanya dibagi oleh operator dan pemerintah. Pengamat telematika dari Indonesia Telecommunication Users Group, Muhammad Jumadi, mengatakan untuk mengatasi kemelut ini, pemerintah harus tegas.
Negara harus membuat aturan hitam di atas putih agar para OTT tunduk. Jumadi mencontohkan RIM (Research in Motion) sebagai produsen Blackberry produknya memiliki layanan seperti yang dimiliki operator. BlackBerry memiliki push mail, BlackBerry Mesengger, dan bermacam fasilitas gratisan lain seperti yang dimiliki operator seluler. Seharusnya, RIM dinyatakan Internet Service Provider (ISP) dengan tujuan agar pendapatannya dapat dikenakan pajak.
Selama ini, pendapatan RIM sebagai operator, penjual produk, handset, dan konten gratis tidak memiliki kewajiban membayar pajak. Dari 100 persen hasil keuntungan operasional Blackberry, 70 persennya masuk ke RIM, sementara operator hanya mendapatkan sekitar 30 persennya dan itu pun harus dipotong pajak. "RIM tidak menguntungkan dari sisi negara," katanya.
Seharusnya, RIM memberikan keuntungannya sebesar 0,75 dari pendapatan kotornya untuk pemerintah sebagai kewajiban layanan universal atau USO (Universal Service Obligation). Selain itu, RIM juga harus membuat perjanjian business to business dengan para operator. Untuk itu, syaratnya operator harus kompak agar tidak dibodohi. Pasalnya, selama ini, RIM tidak memiliki niat baik. Tidak seperti Nokia yang telah membuat data center di sini, janji RIM untuk membuat data center di Indonesia menurut Jumadi belum sesuai harapan karena belum standar internasional.
RIM malah membangun pabrik di Malaysia. Padahal, dari segi pengguna, Indonesia merupakan konsumen terbesar dengan pengguna lebih dari 5 juta orang lebih dan diperkirakan akan meningkat menjadi 9,7 juta pada 2015. "Kalau terus membandel, ditutup saja. Sekali-kali perlu di-treat," katanya.
Untuk perlakuan kepada OTT semacam Google, Youtube, Skype, Facebook, dan lainnya treatment akan berbeda dan lebih mudah karena mereka tidak bertindak sebagai ISP yang memberikan layanan supergratis. Nama-nama ini, menurut Jumadi, akan lebih mudah mengikuti aturan. hay/E-6