JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Bahkan, rencananya pada hari ini, Selasa (8/12), DPR akan mengelar paripurna pengesahan Prolegnas Perubahan 2015.
Rencana ini dikatakan oleh Anggota Komisi XI DPR sekaligus Anggota Badan Legislasi DPR Muhammad Misbakhun. Dia bilang, untuk mempercepat pelaksaan paripurna, pada Senin (7/12) malam, telah diadakan rapat pimpinan untuk mengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR. "Paripurna diusahakan besok," ujar Misbakhun, kemarin (7/12).
Seperti diketahui, salah satu tugas Bamus adalah menentukan penanganan RUU atau pelaksanaan tugas DPR lainnya. Pimpinan Bamus adalah Ketua DPR. Namun berhubung Ketua DPR Setya Novanto sedang menjalani sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait kasus "papa minta saham", maka DPR mempertimbangkan mengganti pimpinan Bamus.
Salah satu RUU yang akan dikebut penyelesaiannya adalah RUU pengampunan pajak alias tax amnesty. RUU ini ditargetkan selesai sebelum masa sidang DPR 2015 yang berakhir 18 Desember 2015.
RUU ini dinilai penting untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Direktur dan Kepala Riset Citigroup Securities Indonesia Ferry Wong mengatakan, RUU tax amnesty tidak hanya menguntungkan pengemplang pajak namun juga pemerintah. Melalui RUU ini, pengemplang pajak dinilai akan lebih leluasa menggunakan dana segarnya untuk membeli aset.
Saat ini, dia menilai, banyak pengemplang pajak yang tidak bisa menggunakan dananya secara leluasa untuk bertransaksi, karena khawatir dikejar-kejar petugas pajak. Apalagi diperkirakan aset tersembunyi para pengemplang pajak tersebut saat ini lebih banyak tersimpan di dalam negeri, bukan di luar negeri.
Direktorat Jenderal (Ditjen) pajak menaksir potensi aset di dalam dan luar negeri yang bisa mendapatkan tax amnesty mencapai Rp 2.000 triliun. Dari jumlah itu Ferry Wong mengatakan, sebesar 60%-70% masih berada di dalam negeri. "Menurut studi, mayoritas berasal dari domestik. Itu adanya di underground economy," ujar Ferry, Senin (7/12).
Dengan nilai aset tersembunyi itu, pemerintah memiliki potensi meningkatkan penerimaan. Sebab pengemplang yang ingin menikmati fasilitas pengampunan pajak akan membayar uang tebusan. Ferry memperkirakan penerimaan pemerintah dari kebijakan ini akan mencapai sedikitnya Rp 60 triliun.