Direktur Jenderal Fuad Rachmany menyatakan, pihaknya ingin mencegah agar kejadian serupa tidak berulang lagi. Caranya adalah dengan melakukan registrasi ulang terhadap pengusaha kena pajak (PKP). "Saat ini PKP jumlahnya sekitar 700.000 perusahaan," terang Fuad, Selasa (13/6).
Fuad menyadari, selama ini terjadi kebocoran di pos penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) akibat adanya faktur pajak fiktif. Fuad menduga, dari sekitar 700.000 PKP tersebut yang merupakan perusahaan yang masih aktif hanya sekitar 200.000 saja.
Kebocoran restitusi pajak bisa mencapai triliunan rupiah tiap tahun.
Fuad berharap, registrasi ulang PKP ini nantinya bisa diselesaikan akhir tahun 2012 ini. Tujuannya agar kebocoran dari penerimaan PPN tiap tahun bisa berkurang.
Meski tidak bisa memastikan berapa yang bocor, Fuad memperkirakan jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah. "Saya yakin mencapai triliunan, meskipun tidak sampai. ratusan triliun," kata Fuad.
Fuad mengakui, sejak pemerintah mengenakan PPN pada 1980-an, penerimaan dari pos ini selalu mengalami kebocoran. "Jadi menurut senior-senior kami, kebocoran ini memang terjadi sejak dulu dan sekarang ini sudah kami pahami, maka itu kami ingin melakukan pembenahan sistem kerja," kata Fuad.
Tapi, bagi Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia Sasmito Hadinegoro, langkah menertibkan PKP saja tidaklah cukup untuk mencegah kebocoran akibat faktur pajak fiktif. Menurutnya, kantor pajak juga harus membenahi sistem administrasi dan juga bank data di kantor pajak.
Sasmito mensinyalir, manipulasi faktur pajak ini sudah semakin canggih. Modusnya antara lain barang yang diekspor ke Hong Kong seolah diputar ke India. Lalu dengan barang yang sama seolah ada ekspor ke China. "Kemudian mereka mengajukan restitusi pajaknya berkali-kali. Ini harus dicegah," kata Sasmito.
Karena itu, ia menyarankan kantor pajak menggandeng perbankan, untuk membuat data yang akurat soal transaksi PKP tersebut. Selain itu, petugas yang mengurusi restitusi jarang berganti-ganti, sehingga rawan terjadi kolusi.
Seharusnya kini Ditjen Pajak sudah memakai sapu yang bersih setelah terbongkarnya Korupsi Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika dan sekarang Tommy Hindratno.