JAKARTA. Pelaku bisnis penerbangan menyambut dingin terobosan pemerintah untuk membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi impor pesawat berikut dengan komponennya. Meski ini bisa sedikit membantu, pengelola maskapai berharap pemerintah lebih banyak lagi menghapuskan bea masuk impor pesawat berikut komponennya yang mereka rasa lebih memberatkan beban operasional.
Pembebasan PPN ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu Yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Tengku Burhanudin, Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) menganggap pembebasan PPN impor hanya akan berpengaruh pada aliran uang masuk dan keluar di kas perusahaan. Soalnya, pembebasan PPN bukan sebagai beban operasi. "Kalau mau bantu investasi, ya pembebasan bea masuk," katanya (30/9).
Jika pemangkasan bea masuk bisa mengurangi beban operasional perusahaan. Ia berharap, pemerintah bisa menambah jumlah daftar bea masuk yang dibebaskan setelah akhir Juli 2015 membebaskan bea masuk empat jenis komponen mesin pesawat.
Sebelumnya INACA telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membebaskan bea sebanyak 27 komponen. Hasilnya cuma empat yang disetujui oleh Kementerian Keuangan Sementara I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk berpendapat, beleid baru pembebasan PPN tidak banyak berpengaruh bagi kinerja Garuda. "Karena yang kena PPN adalah pemanfaatan jasa kena pajak, bukan penyerahan jasa kena pajak," terang Askhara kepada KONTAN, Rabu (30/9).
Ia mencontohkan untuk sewa pesawat selama ini PT Garuda Indonesia menyewa pesawat ke perusahaan penyedia pesawat sewa (lessor). Nah mereka ini lebih banyak berada di luar kawasan pabean.
Nah hal ini masuk kategori penyerahan jasa kena pajak. Sedangkan jika penyerahan di luar kawasan pabean sebagai pemanfaatan jasa kena pajak. Apesnya, saat ini belum ada satupun lessor pesawat yang punya akta pendirian usaha berada di dalam kawasan pabean.
Walhasil Garuda masih tetap wajib membayar PPN atas pemanfaatan jasa kena pajak. Kondisi inilah yang membuat membuat harga tiket Garuda lebih mahal dan tidak kompetitif.
Sementara Hasudungan Pandiangan, Wakil Direktur Komersial Sriwijaya Air menyambut baik usulan ini. Ia mengklaim aturan ini bisa menghemat kewajiban pajak.
Malah bisa untuk membayar komponen pajak lainnya. "Bila tidak terkena PPN maka kami tidak perlu mengeluarkan cash flow. Jadi keinginan perusahaan kami untuk menambah maskapai jadi lebih mudah," urainya. Ia tidak merinci berapa kebutuhan pesawat, yang akan didatangkan pasca bebas PPN ini .