Follow Us :

JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2012 mewajibkan instansi, lembaga pemerintah, lembaga non-pemerintah, serta sejumlah asosiasi memberikan data dan informasi perpajakan. Selain untuk database, kewajiban memberikan data dan informasi perpajakan ini juga dimaksudkan untuk menggali potensi penerimaan pajak.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku tidak keberatan dengan kewajiban untuk memberikan informasi bagi kepentingan perpajakan. Mereka siap memberikan informasi itu, bila memang diharuskan kantor pajak. "Toh, selama ini kami, para pengusaha, juga sudah menyerahkan kewajiban berupa data-data perpajakan ini setiap tahun," ungkap Sofyan Wanandi, Ketua Apindo, Selasa (27/3).
Meski demikian, Sofyan meminta Direktorat Jenderal Pajak lebih profesional dalam mengumpulkan data maupun informasi untuk kepentingan perpajakan sehingga tidak memberatkan asosiasi.
Sugianto Wibawa, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku belum mengetahui kebijakan baru tersebut, karena memang belum disosialisasikan ke asosiasi oleh pemerintah. Kendati demikian, jika tujuannya untuk transparansi dan meningkatkan kepatuhan pajak, pihaknya tak keberatan memberikan informasi seputar bisnis ritel.
Haula Rosdiana, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, berpendapat, PP Nomor 31/2012 seharusnya dibuat bukan hanya untuk mengukur tingkat kepatuhan wajib pajak, melainkan harus ditujukan pada lingkup yang lebih luas. "Arahkan juga untuk basis data dan informasi, sehingga potensi penerimaan pajak bisa terukur lebih akurat," paparnya.
Selain itu, ia bilang, dengan database pajak yang akurat, pemberian insetif perpajakan juga bisa lebih tepat sasaran. Selain ini pemberian insentif kurang sasaran, karena tidak didukung oleh database yang akurat.
error: Content is protected