JAKARTA, KOMPAS — Ketentuan mengenai pengampunan pajak kemungkinan mencakup atau menyasar aset-aset warga negara Indonesia di luar negeri dan di dalam negeri. Inisiatif penyusunan draf Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak itu bergantung pada dinamika politik.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menjawab pertanyaan Kompas, di Jakarta, Jumat (13/11), menyatakan, pengampunan pajak akan menyasar aset-aset di dalam dan di luar negeri. Inisiatif penyusunan draf rancangan undang-undang (RUU) pun diserahkan kepada dinamika politik.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sigit Priadi Pramudito, dalam kunjungan ke Redaksi Kompas, memaparkan posisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tentang wacana pengampunan pajak yang konsepnya terus berubah. Intinya, DJP ingin menggelar program pengampunan pajak terhadap repatriasi aset warga negara Indonesia di luar negeri. Alasannya, pengampunan pajak yang mencakup aset di dalam negeri akan lebih banyak menimbulkan kontroversi.
Saat ini, menurut Sigit, DJP telah menyiapkan RUU Pengampunan Pajak terhadap Dana Repatriasi tersebut. Direncanakan, draf RUU itu akan dipresentasikan kepada Presiden Joko Widodo (Kompas, 13/11).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai, konsep pengampunan pajak itu masih mentah. "Ini semakin menunjukkan bahwa konsep pengampunan pajak masih sangat mentah. Kepentingan jangka pendek menjadi semakin jelas. Padahal, orientasi pengampunan pajak adalah penerimaan pajak yang optimal secara berkelanjutan," kata Prastowo, di Jakarta, Minggu (15/11).
Prastowo menyatakan, program pengampunan pajak membutuhkan sejumlah prasyarat untuk memberikan hasil positif secara berkelanjutan. Faktanya, sejumlah pegawai pelaksana DJP mengaku belum siap. Ketidaksiapan itu menyangkut misalnya kesiapan administrasi pajak, koordinasi antarlembaga, dan payung hukum pendukung.
Jika tidak ada kesiapan, lanjut Prastowo, pengampunan pajak hanya akan memberikan tambahan kecil pada penerimaan negara saat program diberlakukan. Setelah program diberlakukan, hal itu akan langsung menghapus semua potensi penggalian pajak atas kasus yang terjadi sebelum 31 Desember 2015. Pengampunan pajak menghapuskan seluruh utang, sanksi administrasi, dan sanksi pidana pajak.
"Kewenangan penegakan hukum atas tahun pajak 2015 ke belakang akan hilang. Kalau administrasi pajak tidak siap, pengawasan tidak siap, koordinasi antarlembaga tidak siap, basis pajak apa yang kita harapkan," tanya Prastowo.
Nuansa politis
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi Pascasarjana Universitas Borobudur, Machfud Sidik, usaha meluncurkan program pengampunan pajak lebih bernuansa politik dan kepentingan jangka pendek. "Secara prinsip, pengampunan pajak adalah kebijakan kontroversial. Secara akademik dan empiris, pengampunan pajak tidak pernah memberikan hasil signifikan dari berbagai aspek. Yang terjadi justru hanya merusak sistem yang sudah dibangun," katanya.