Jakarta, Kompas – Anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk pembangunan jalan dan transportasi massal sangat minim. Padahal, dari pajak kendaraan bermotor pemda dapat mengalokasikan anggaran yang memadai.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit dari Universitas Gajah Mada, Senin (17/5) di Jakarta, kebutuhan anggaran untuk pembangunan jalan dan transportasi massal 2- 5 kali dari anggaran yang disediakan oleh pemda.
Pasal 8 UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memang hanya mensyaratkan sedikitnya 10 persen dari pajak kendaraan bermotor (PKB) untuk jalan dan transportasi massal.
Danang menilai, persentase itu relatif kecil. Seharusnya bisa lebih besar. ”Tidak perlu merevisi UU, tetapi dibuat peraturan pemerintah ataupun peraturan daerah yang mengatur persentase yang lebih besar,” ujar dia.
Dia menegaskan, tidak perlu ada formula baku tentang alokasi anggaran untuk jalan dan transportasi massal karena kebutuhan setiap daerah berbeda. ”Namun, pemda harus diingatkan untuk serius membangun transportasi massal,” kata Danang.
Di Jawa Tengah, misalnya, pendapatan PKB dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) mencapai 60 persen terhadap pendapatan asli daerah. Namun, transportasi massal di kota-kota di Jawa Tengah hingga kini belum andal.
”Bus rapid transit (BRT) di Kota Solo mulai beroperasi tahun ini, tetapi belum ada kejelasan alokasi dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” kata ahli transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno.
Padahal, target pendapatan Jateng dari PKB 2010 mencapai Rp 1,26 triliun. Andai 50 persen dari target PKB Jateng 2010 dibelikan BRT, dengan harga satu unit Rp 500 juta, akan terbeli 2.520 unit BRT.
Besarnya penerimaan dari PKB dan BBNKB juga terjadi di DKI Jakarta. Dari PKB dan BBNKB tahun 2009, Jakarta memperoleh Rp 5,5 triliun. Namun, transportasi massal di Jakarta hingga kini masih sangat buruk. Padahal, dengan Rp 5,5 triliun, setidaknya setiap tahun 2.750 unit busway bisa dibeli, dengan asumsi harga per unit Rp 2 miliar. Atau, bisa dibeli 680 unit gerbong kereta rel listrik, dengan harga Rp 8 miliar per gerbong.
Alokasi
Pemerhati transportasi Rudy Thehamihardja menyarankan agar ada persentase yang jelas antara dana jalan dan transportasi massal. ”Bila sepakat transportasi massal sangat buruk, harus diatur tegas alokasinya. Jangan sampai dana jalan malah lebih besar,” kata dia.
Kebijakan pemda memperkenalkan instrumen untuk menarik retribusi makin besar, seperti penerapan electronic road pricing, menurut Rudy harus dicermati. ”Saya mencurigai pemerintah. Mengapa tak segera bangun transportasi massal malah memajaki kendaraan pribadi. Jangan-jangan, kemacetan dipelihara untuk memperbesar PAD,” kata dia.