JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) akhirnya resmi mengeluarkan aturan relaksasi perpajakan dana investasi real estate (DIRE) berbentuk kontrak investasi kolektif (KIK). Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 200/PMK.03/2015 yang dirilis 10 November 2015, selain penghapusan pajak berganda, juga diatur soal insentif berupa status pengusaha kena pajak berisiko rendah.
Dalam pasal dua aturan itu disebutkan, dividen yang diterima KIK dari special purpose company (SPC) dikeluarkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak KIK. Dividen dari SPC kepada KIK juga tidak dilakukan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Ini berarti dividen yang diterima investor dalam KIK dari SPC tidak kena pajak.
SPC merupakan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki KIK DIRE. DIRE atau real estate investment trust (REIT) merupakan wadah untuk menghimpun dana investor yang diinvestasikan pada aset real estate atau aset terkait real estate.
Sebelumnya, dividen atas skema ini dikenakan PPh sebesar 15%. Dengan begitu investor harus membayar pajak dua kali atas imbal hasil yang diperoleh dari investasi berbasis properti ini. Pertama pajak dividen, kedua pajak penghasilan dari penjualan atau penyewaan real estate.
Contohnya, sebuah perusahaan properti mendirikan apartemen yang dananya diperoleh dari KIK. Setelah bangunan selesai, unit apartemen dijual atau disewakan. Dana hasil penjualan atau sewa ini akan masuk ke SPC dan akan dikenakan pajak sewa. Dana dari SPC kemudian diberikan kepada para investor pemegang unit REIT dan akan kembali dikenakan pajak dividen. Masing-masing dikenakan pajak sebesar 15%.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Mekar Satria Utama bilang, selain penghapusan pajak dividen, PMK ini juga menyematkan SPC atau KIK sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah. Dengan begitu, wajib pajak ini bisa memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atas pajak pertambahan nilai (PPN). "Proses pengembalian lebih cepat, dalam tiga bulan dana akan dikembalikan," ujarnya, Senin (16/11).
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito yakin insentif ini akan menguntungkan perusahaan properti yang ingin ekspansi. Diharapkan juga akan mendorong pertumbuhan investasi di real estate. "Tidak hanya menguntungkan investor, juga perusahaan properti," katanya.
Seperti diketahui, aturan ini menjadi bagian paket kebijakan ekonomi jilid V yang dirilis 22 Oktober 2015. Aturan ini diharapkan bisa memperdalam pasar keuangan, khususnya pasar surat berharga.