Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menuturkan untuk menjaga penerimaan pajak yang ditargetkan Rp885 triliun dalam APBN-P 2012, pihaknya tengah berupaya menutup kebocoran penerimaan di sektor PPN.
Salah satu upaya yang ditempuh yakni melakukan registrasi ulang terhadap pengusaha kena pajak, di samping upaya lainnya yaitu melakukan penertiban di kawasan berikat dan penertiban importir.
Kebijakan registrasi ulang pengusaha kena pajak 2012—yang diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-05/PJ/2012—bertujuan meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subyektif dan objektif pengusaha kena pajak.
Jangka waktu pelaksanaan registrasi ulang PKP dimulai sejak Februari hingga akhir Agustus dan dilakukan untuk seluruh PKP terdaftar.
Sejauh ini, menurut Fuad, pihaknya telah mencabut status atas 50.000 pengusaha kena pajak.
“Itu [registrasi ulang] penting sekali. Kita usahakan lagi sampai akhir tahun ini 200.000-300.000 PKP yang mau kita cabut. Ini dampaknya luar biasa untuk menurunkan kebocoran PPN,” tuturnya di kantor Kemenkeu, Senin (30/7).
Fuad mengungkapkan dari tahun ke tahun, penerimaan pajak terus meningkat. Pada semester I/2012, pertumbuhannya mencapai 33%, level tertinggi dibandingkan dengan realisasi pada 2011 yang sebesar 20% dan kisaran 16% pada periode 2006-2010.
Dalam APBN-P 2012, pemerintah menargetkan penerimaan PPh sebesar Rp513,7 triliun. Penerimaan PPh ini terdiri dari PPh non-migas Rp445,7 triliun dan PPh migas Rp67,9 triliun. Adapun, penerimaan PPN ditargetkan Rp336,1 triliun.
Ditjen Pajak saat ini juga fokus membenahi manajemen sumber daya manusia dan mengembangkan teknologi informasi untuk mendukung upaya optimalisasi penerimaan perpajakan.
Reformasi Birokrasi
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dedi Rudaedi menjelaskan upaya yang dilakukan melalui reformasi birokrasi tahap kedua di Ditjen Pajak.
“Reformasi birokrasi telah berjalan sejak 2002 dan masih berjalan sampai saat ini,” katanya dalam acara sosialisasi Ditjen Pajak di Universitas Negeri Jakarta, Senin (30/7).
Dia mengklaim hasil reformasi tersebut bisa ditunjukkan oleh hasil penilaian inisiatif anti korupsi KPK yang menempatkan Ditjen Pajak di posisi nomor 4 dari 183 kementerian/lembaga yang dinilai.
Dedi menegaskan peningkatan penerimaan pajak tidak bisa hanya didorong melalui reformasi otoritas fiskal tersebut, tetapi membutuhkan perumusan kebijakan yang tepat dan tanggung jawab masyarakat sebagai pembayar pajak.
Untuk itu, dia meminta mahasiswa memainkan peran untuk mengawasi penggunaan, alokasi dan distribusi dana hasil perpajakan.
"Mahasiswa diharapkan dapat memberikan informasi perpajakan yang benar kepada masyarakat, sekaligus mengawasi penggunaan APBN yang 74%-nya dari penerimaan pajak,” kata Dedi.
Sekjen Transparansi International Indonesia (TII) Teten Masduki menegaskan reformasi perpajakan dikhawatirkan mengalami kemandekan akibat kepemimpinan yang kurang tegas.
“Saya lihat perkembangan reformasi di perpajakan mengalami stagnasi karena persoalan leadership,” ujarnya di sela-sela Forum Anti Korupsi-3, Senin (30/7).
Menurutnya, akibat kemandekan tersebut merit system yang hendak di kembangkan di Ditjen Pajak tidak berjalan dengan optimal sehingga pegawai pajak yang reformis dikhawatirkan memilih keluar dari instansi tersebut.
”Sebagian besar pegawai di sana sekarang wait and see mau ke mana lembaga itu ke depan.”