Demikian rangkuman keterangan Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo, pengamat perpajakan Danny Darussalam Tax Center Darussalam, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, ekonom Bank Permata Josua Pardede, ekonom Kenta Institue Eric Sugandi, dan Sekretaris Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter. Mereka memberikan keterangan kepada Investor Daily secara terpisah di Jakarta.
“Realisasi penerimaan pajak tahun ini diperkirakan maksimal sekitar Rp 1.060 triliun, atau 82% dari target Rp 1.294,3 triliun pada APBN Perubahan 2015. Dari situ, secara alami pertumbuhan pajak tahun depan 10% (dari asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% plus inflasi 4,7%) ditambah extra effort seperti tax amnesty sekitar Rp 60 triliun,” kata Yustinus Prastowo kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (29/12).
Bambang Brodjonegoro mengakui, target penerimaan pajak yang realistis bukan Rp 1.360,1 triliun sebagaimana ditetapkan pada APBN 2016, namun lebih tinggi dari realisasi tahun ini yang diperkirakan sekitar Rp 1.100 triliun. Selain ditopang pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan naik menjadi 5,3% tahun depan, ada tambahan penerimaan dari hasil kebijakan tax amnesty yang akan diberlakukan setelah RUU Pengampunan Pajak diundangkan awal 2016.
Ia juga menjelaskan bahwa realisasi penerimaan pajak per 25 Desember 2015 berhasil tembus Rp 1.000 triliun untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. Menkeu optimistis, realisasi penerimaan pajak tahun ini akan mencapai sekitar Rp 1.100 triliun atau 85% dari target Rp 1.294,3 triliun pada APBN Perubahan (APBNP) 2015. Realisasi penerimaan pajak tersebut akan bertambah melalui upaya seperti mendorong revaluasi aset BUMN, perbankan, dan perusahaan properti; melakukan pendekatan khusus terhadap 50 wajib pajak (WP) besar, reinventing policy, dan mengoptimalkan pajak dari sektor migas.
Eric Sugandi optimistis, penerimaan pajak pada 2016 naik 10-20% dari realisasi tahun 2015. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan 5,2%, lebih tinggi dari 4,7% tahun ini.
Darussalam menegaskan, target pajak pada APBN 2016 perlu segera direvisi pemerintah karena tidak realistis. Penerimaan pajak tahun depan tidak mungkin tumbuh terlalu tinggi sebesar 24% dari realisasi pajak 2015 yang diperkirakan Rp 1.100 triliun. “Jadi, alangkah bijaknya kalau target pajak 2016 direvisi sehingga lebih realistis. Pertumbuhan penerimaan pajak tahun depan hanya 10% atau dua kali proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5%,” kata Darussalam di Jakarta, Selasa (29/12).
Menurut dia, revisi target pajak tahun 2016 hendaknya memperhatikan lima faktor. Pertama, dalam 10 tahun terakhir, target pajak hanya tercapai pada 2008. Kedua, pertumbuhan pajak tahun 2014 hanya 6,9%. Ketiga, realisasi penerimaan pajak pada 2015 dipastikan meleset jauh dari target APBNP 2015. Keempat, kondisi ekonomi pada 2016 tidak berbeda jauh dengan 2015. Kelima, masih dipertanyakan apakah kondisi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah bertransformasi menjadi lembaga yang semi-independen atau belum.