BATAM: Sedikitnya 16 asosiasi dunia usaha mendesak Wali Kota Batam Ahmad Dahlan menarik rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang penaikan pajak daerah.
Ranperda itu dinilai akan memberatkan dan merusak iklim bisnis di daerah tersebut.
Ketua Asosiasi Konvensi dan Konferensi Indonesia (Akkindo) Kota Batam, Jadi Rajagukguk, mengatakan ranperda penaikan pajak daerah itu sudah disampaikan pemkot kepada DPRD untuk dibahas oleh panitia khusus (pansus) menjadi peraturan daerah (perda).
"Sebelum ranperda itu disahkan, kami mendesak Wali Kota agar menariknya dari pansus. Selanjutnya kami minta dibatalkan karena jika diberlakukan akan mengganggu iklim bisnis," katanya kepada Bisnis kemarin.
Menurut dia, keberatan para pengusaha yang bergerak di sektor industri hiburan itu, bukannya tanpa alasan karena ranperda pajak daerah itu mengusulkan penaikan pajak untuk beberapa sektor jasa mulai 35% hingga 75%.
"Wali Kota Batam harus dapat bertindak lebih proaktif, bijaksana dan arif untuk dapat menempatkan kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan segala-galanya daripada keinginan untuk menaikkan pajak-pajak daerah yang hanya akan meresahkan dunia usaha dan menimbulkan biaya hidup lebih mahal bagi masyarakat kota Batam," katanya.
Ketua Asita Kepulauan Riau, Kadek Sutriani, mengatakan penaikan pajak daerah itu akan mengancam kelangsungan usaha industri pariwisata yang sudah memberi kontribusi signifikan bagi pendapatan asli daerah (PAD).
"Dengan kenaikan hingga 75% untuk sektor jasa yang selama ini menjadi tujuan para wisatawan, maka pemerintah telah mengancam kelangsungan hidup usaha jasa tersebut."
Dia menjelaskan dengan dalih mengikuti UU Pajak Daerah terbaru, dalam ranperda itu dicantumkan angka penaikan pajak dengan hitungan maksimal. Adapun sejumlah pajak yang diusulkan naik, a.l. tontonan film dari 10% menjadi 35%, pergelaran kesenian, musik, tari dari 15% menjadi 35%, pameran dari 10% menjadi 35%, pergelaran busana dan kontes kecantikan dari 15% menjadi 75%.
Kemudian pajak atas penyelenggaraan usaha hiburan diskotek, karaoke, klub malam, panti pijat, mandi uap dari 15% menjadi 75%, serta pertandingan olahraga dari 10% menjadi 35%.
Sesuai UU
Asisten I Pemkot Batam, Asyari Abbas, mengakui nilai-nilai yang diajukan pemkot itu merupakan batas maksimal yang sesuai dengan UU No.28/2009.
"Besaran penaikan itu masih dapat direvisi jika dalam pembahasan dengan Dewan memang dinilai memberatkan dunia usaha dan masyarakat," katanya.
Dia menegaskan penaikan pajak daerah merupakan kebijakan yang juga dibutuhkan dalam menggenjot penerimaan daerah dimana dalam APBD 2010 ditargetkan mencapai Rp80 miliar.
Sebelumnya, pimpinan asosiasi pengusaha di Kota Batam sepakat memboikot pembahasan ranperda pajak daerah tersebut.
Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, mengatakan pihaknya telah memfasilitasi pertemuan para pimpinan asosiasi pengusaha terkait pembahasan ranperda pajak daerah.
"Kami sudah sepakat akan memboikot pembahasan ranperda pajak dengan tidak menghadiri setiap rapat pembahasan ranperda tersebut," ujarnya, belum lama ini.
Sebelum memutuskan untuk memboikot pembahasan ranperda tersebut, kalangan pengusaha sudah memutuskan menolak keluarnya ranperda pajak daerah yang saat ini sedang digodok bersama oleh pemkot dan DPRD Batam.
Dia menegaskan penolakan itu muncul akibat adanya penaikan pungutan pajak yang tercantum dalam ranperda tersebut, meliputi 19 jenis objek pajak.
Padahal, paparnya, para pengusaha belum mengalami perkembangan bisnis yang berarti setelah diterpa krisis keuangan global dan mandeknya implementasi free trade zone.
"Pada 2008 pertumbuhan ekonomi Batam sekitar 7% dan 2009 anjlok hingga 1%. Dengan kondisi itu seharusnya pengusaha mendapat insentif dari pemerintah, bukan malah mengalami kenaikan pajak."