Follow Us :

JAKARTA: Penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap penggunaan bahan baku dan komponen dari industri lokal dinilai mendesak, untuk memacu produksi dalam negeri.

"Kebijakan PPN tersebut justru mendorong impor produk utuh secara besar-besaran karena lebih murah daripada memesannya dari dalam negeri. Akibatnya, industri lokal menurunkan utilisasinya," kata Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno kepada Bisnis kemarin.

Dia mengatakan pengenaan PPN bahan baku dan komponen penunjang yang dipasok dari dalam negeri kepada industri pengguna menyebabkan biaya produksi membengkak, seiring dengan lonjakan harga material.

Di sisi lain, lanjut Benny, pemerintah justru membebaskan PPN dan bea masuk impor produk utuh (completely built-up/CBU) dari beberapa industri strategis, seperti kapal, oleokimia, dan kakao.

"Kondisi ini menyebabkan produk dari industri serupa dalam negeri sulit bersaing," ujarnya.

Sebagai contoh, tuturnya, PT PAL, BUMN perkapalan, selama ini harus menanggung PPN bahan baku berupa pelat baja dan komponen penunjang yang dipasok dari perusahaan lokal. Namun, impor kapal utuh yang dirakit di Singapura justru bebas bea masuk.

"Jika PPN bahan baku dan komponen tetap dipungut, industri galangan nasional akan mati," katanya.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), impor kapal, perahu, dan struktur terapung pada 2009 mencapai US$2,70 miliar atau melonjak 93,61% dibandingkan dengan realisasi pada 2008 sebesar US$1,39 miliar.

Dia mengatakan tingginya impor kapal bekas dan baru menyebabkan utilisasi industri galangan nasional hanya 54% dari total kapasitas terpasang 600.000 DWT (dead weight ton) pada 2008 dan 2009.

Berdasarkan catatan Kemenperin, produksi kapal baru pada 2008 mencapai 350.000 DWT senilai Rp10,4 triliun atau hanya 58,33% dari total kapasitas terpasang. Pada 2009, order bangunan baru diprediksi tidak lebih dari 50% atau sekitar 300.000 DWT dengan nilai Rp10 triliun.

Direktur Industri Maritim Ditjen Industri Alat Transportasi dan Telematika Kemenperin Soejono menjelaskan tingginya impor kapal kemungkinan sebagai pertanda industri pengguna enggan membangun kapal di dalam negeri.

Contoh lain, lanjut Benny, di industri pengolahan kakao seperti industri kakao bubuk dan makanan berbasis kakao juga masih terkena PPN untuk setiap bijih kakao yang dipasok dari dalam negeri.

"Namun, kalau mengimpor produk setengah jadi dari Malaysia justru bebas PPN dan bea masuk."

Yusuf Waluyo Jati

error: Content is protected