1. |
Ketentuan
Pasal 1 angka 4 diubah, dan menambah 1 (satu) angka, yakni
angka 5, sehingga secara keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
1. |
Pajak
adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. |
2. |
Faktur
Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena
Pajak. |
3. |
Faktur
Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi
seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena
Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan
kalender. |
4. |
Pengusaha
Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak
dengan cara sebagai berikut:
- melalui suatu tempat penjualan
eceran, seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari
satu tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
- dengan cara
penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen
akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau
lelang; dan
- pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau
transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau
pembeli
langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang
dibelinya.
|
5. |
Toko
Retail adalah toko yang menjual Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
serta
berpartisipasi dalam skema pengembalian Pajak Pertambahan
Nilai kepada
Orang Pribadi, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. |
|
2. |
Ketentuan
Pasal 5 ayat (4) dihapus sehingga secara keseluruhan Pasal 5 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5
(1) |
Faktur
Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta
ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak untuk menandatanganinya. |
(2) |
Dalam
hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak dapat menambahkan keterangan lain
dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya. |
(3) |
Faktur
Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak
ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Faktur
Pajak cacat. |
(4) |
Dihapus. |
(5) |
Tata
cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
3. |
Ketentuan
Pasal 9 ayat (2) diubah sehingga secara keseluruhan Pasal 9 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 9
(1) |
Nomor
Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara
berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode
Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan. |
(2) |
Penerbitan
Faktur Pajak dimulai dari Nomor Urut 00000001 pada setiap awal tahun
kalender mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena
Pajak
yang baru dikukuhkan atau Pengusaha Kena Pajak yang pindah
Kantor
Pelayanan Pajak, Nomor Urut 00000001 dimulai sejak Masa Pajak
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan atau dikukuhkan di
Kantor Pelayanan Pajak yang baru. |
(3) |
Dalam
hal Faktur Pajak diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, maka Nomor Urut
00000001
dimulai pada setiap awal tahun kalender mulai bulan Januari
pada
masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya
kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, Nomor Urut
00000001 dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak
tersebut dikukuhkan. |
(4) |
Dalam
hal sebelum bulan Januari awal tahun kalender berikutnya, Nomor Urut
pada Faktur Pajak yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak
telah
mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta
sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak
harus
menerbitkan Faktur Pajak yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari
Nomor Urut 00000001. |
(5) |
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) yang Nomor Urut pada
Faktur Pajak-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor
Cabangnya
telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan
juta
sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan
puluh sembilan). |
(6) |
Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala
Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau
tempat
pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lama pada
akhir bulan
berikutnya setelah bulan Nomor Urut 00000001 digunakan kembali, dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian
yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(7) |
Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus
menerbitkan Faktur Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor
Urut
00000001 pada awal tahun kalender berikutnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(8) |
Dalam
hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau
bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak
Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor
Urut
00000001, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak
cacat. |
(9) |
Ketentuan
pada ayat (8) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3). |
(10) |
Dalam
hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak
menerbitkan Faktur Pajak mulai dari Nomor Urut 00000001
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun
Pengusaha
Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena
Pajak
dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan,
maka
Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan Masa Pajak
Desember
atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur
Pajak cacat. |
|
4. |
Di
antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9A
(1) |
Ketentuan
penerbitan Faktur Pajak bagi Toko Retail yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
16E
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, berlaku ketentuan:
a. |
Untuk
penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang paspor
luar negeri wajib menerbitkan Faktur Pajak Khusus, dengan
menggunakan
nomor urut tersendiri yang terpisah dari nomor urut Faktur
Pajak atas
penyerahan Barang Kena Pajak kepada selain orang pribadi
pemegang
paspor luar negeri, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan
Menteri
Keuangan tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian
permintaan
kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi
pemegang
paspor luar negeri. |
b. |
Untuk
penyerahan Barang Kena Pajak selain kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri, Toko Retail sebagai Pengusaha Kena Pajak
Pedagang
Eceran dapat menerbitkan:
1). |
Faktur
Pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak
tentang
bentuk dan ukuran formulir serta tata cara pengisian
keterangan
pada Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran;
atau |
2). |
Faktur
Pajak lengkap sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai, dengan menggunakan kode dan nomor
seri
Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini. |
|
|
(2) |
Ketentuan
tentang penggunaan nomor urut 00000001 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (4) dan ayat (5) dan kewajiban pemberitahuan penggunaan
nomor urut 00000001 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6)
serta konsekuensi apabila menggunakan nomor urut 00000001
tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(8) dan ayat (10) juga berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak Toko
Retail sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b.
|
|
5. |
Di
antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 12A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12A
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut
pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2),
dapat menerbitkan Faktur
Pajak Pengganti dengan ketentuan sebagai berikut :
- Faktur Pajak yang salah pengisian nomor urutnya
diganti dengan Faktur
Pajak Pengganti dengan mengisi nomor urut pada Kode dan Nomor
Seri
Faktur Pajak dengan nomor urut yang sebenarnya.
- Kode Status pada Kode Faktur Pajak Pengganti adalah
Kode Status 1 (satu).
- Tahun Penerbitan pada Nomor Seri Faktur Pajak
Pengganti adalah tahun penerbitan Faktur Pajak yang diganti.
- Tanggal penerbitan Faktur Pajak Pengganti sama dengan
tanggal penerbitan Faktur Pajak yang diganti.
- Pada Faktur Pajak Pengganti dibubuhkan cap yang
mencantumkan Kode dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak
yang diganti.
- Faktur Pajak Pengganti dan Faktur Pajak yang diganti
agar diadministrasikan dan digabungkan menjadi 1 (satu)
berkas.
- Pengusaha
Kena Pajak harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN pada Masa Pajak
yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang
diganti.
|
6. |
Ketentuan
Pasal 15 ayat (1) diubah, dan menambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3),
sehingga secara keseluruhan Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) |
Pengusaha
Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14
ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam
hal:
- menerbitkan
Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak
mengisi secara
lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau
Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatangani
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);
- menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan/atau
- menerbitkan Faktur Pajak cacat sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (7), Pasal 8, Pasal 9 ayat (10), dan Pasal
10
ayat (6).
|
(2) |
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam hal
Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak
pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
- Nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak, dan nama dan tandatangan yang
berhak
menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak
Pedagang Eceran.
|
(3) |
Bagi
Pengusaha Kena Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena
Pajak yang:
- Menerima
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak
tersebut
tidak dapat dikreditkan.
- Menerima Faktur Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pajak Pertambahan Nilai yang
tercantum
dalam Faktur Pajak tersebut tetap dapat dikreditkan sepanjang
memenuhi
ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
|
|