Follow Us :

TAX REGULATIONS

Peraturan Pemerintah
No. 51 TAHUN 2008

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI





PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2008

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menyederhanakan pengenaan Pajak
    Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan memberikan
    kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak, Perlu
    mengatur kembali Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa
    konstruksi;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
    Tahun 2000
    tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan
    Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
    Usaha Jasa Konstruksi;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945:
  2. Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
    terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 17 Tahun 2000
    tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
USAHA JASA KONSTRUKSI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut
    Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
    Tahun 2000
    tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7
    Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan.
  2. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan
    pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi,
    dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
  3. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
    rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
    yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan
    tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan
    suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  4. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam
    bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  5. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya
    untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau
    bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
    terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
    perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
    construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
    (design and build).
  6. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
    pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
    pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan
    pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai
    dan diserahterimakan.
  7. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk
    bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
  8. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk
    bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
    konstruksi baik sebagai perencana
    konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi
    maupun sub-subnya.
  9. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum
    dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.
Pasal 2

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.

Pasal 3

(1) Tarif
Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

  1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
    dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
  2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
    dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
  3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
    dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud
    dalam huruf a dan huruf b;
  4. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau
    Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki
    kualifikasi usaha; dan
  5. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau
    Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak
    memiliki kualifikasi usaha.
(2) Dalam
hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan
atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
Pasal 4

Sisa laba dari bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang
bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dikenakan
pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(4) Undang-Undang PPh atau sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda.

Pasal 5

(1) Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:

  1. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran,
    dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
  2. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal
    pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.
(2) Besarnya,
Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:

  1. jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan
    Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 3 ayat (1); atau
  2. jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak
    Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam hal Pajak Penghasilan disetor
    sendiri oleh Penyedia Jasa.
(3) Jumlah
pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa
Konstruksi.
Pasal 6

(1) Dalam
hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang
berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri
sebagairnana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangan
tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.
(2) Dalam
hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh
Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar
tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan
syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut
dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.
(3) Piutang
yang tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPh.
(4) Dalam
hal piutang yang, nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.
Pasal 7

(1) Pajak
yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh.
(2) Penghasilan
lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha Jasa
Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang PPh.
(3) Keuntungan
atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk
dalam perhitungan Nilai Kontrak Jasa konstruksi yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
Pasal 8

Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya yang
timbul dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usaha selain usaha Jasa Konstruksi.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan, pemotongan,
penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan Pajak Penghasilan atas
penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 10

(1) Terhadap
kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2008 diatur:

  1. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
    sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan
    berdasarkan Peraturan
    Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000
    tentang Pajak Penghasilan
    Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
  2. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak
    setelah tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan
    berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Kerugian
dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak
2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008.
Pasal 11

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Nomor 140 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 12

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 109

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2008

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARl USAHA JASA KONSTRUKSI

  1. UMUM
Agar kondisi usaha Jasa
Konstruksi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi, perlu
diberikan perlakukan tersendiri terhadap pengenaan pajak atas
penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi yaitu dengan dikenakan pajak
yang bersifat final. Perlakuan tersendiri tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung pengenaan Pajak
Penghasilan sehingga tidak menambah beban administrasi Wajib Pajak
maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta untuk lebih memberikan
kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha Jasa
Konstruksi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Dalam rangka memberikan perlakuan tersendiri tersebut dan berdasarkan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000
tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, yang mengatur bahwa
ketentuan mengenai pengenaan pajak atas penghasilan, tertentu diatur
dengan Peraturan Pemerintah, maka perlu mengatur kembali pengenaan
Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dengan
Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 140 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan Atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tarif Pajak Penghasilan yang
bersifat final atas usaha Jasa Konstruksi dan kewajiban pemotong pajak
untuk memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan usaha Jasa Konstruksi
yang diterima oleh, Penyedia Jasa.
  1. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan
“Kualifikasi usaha” adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan
sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan
“Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha
menengah atau kualifikasi usaha besar.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan
“pemotong pajak” adalah badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam
negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan
“bukan merupakan pemotong pajak” antara lain badan internasional yang
bukan Subjek Pajak dan perwakilan negara asing.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4881


error: Content is protected