JAKARTA – Departemen Perindustrian (Depperin) mengusulkan 12 komoditi mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP). Jika usulan itu diterima, pemerintah harus menanggung PPN sebesar Rp 8,6 triliun.
"Sekarang masih dalam proses pembahasan interdepartemen di Departemen Keuangan," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), Departemen Perindustrian Dedy Mulyadi di gedung Depperin kemarin (23/12). Menurut dia, pemberian insentif fiskal ini merupakan bagian dari upaya meredam dampak krisis global. Sejauh ini, pemerintah telah menganggarkan Rp 10 triliun untuk PPN DTP tersebut.
Dengan penanggungan itu, lanjut Dedi, diharapkan biaya produksi ke-12 komoditi tersebut dapat ditekan, sehingga potensi PHK dapat direduksi. Sementara itu, Sekjen Depperin Agus Tjahajana mengakui, kondisi industri tahun depan memang penuh ketidakpastian. Karena itu, pihaknya tidak bisa memberikan angka pasti mengenai target pertumbuhan industri 2009.
Namun Depperin memperkirakan angka yang moderat berkisar 3,6-4,6 persen. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan prognosa pertumbuhan industri 2008 yang diperkirakan mencapai 4,8 persen. "Kami belum berani memberikan suatu angka yang pasti," tambahnya.
Padahal, dalam sasaran pembangunan industri untuk periode 2004-2009, pertumbuhan industri ditargetkan melaju rata-rata sebesar 8,56 persen per tahun. Dengan target yang tidak terlalu tinggi itu, Agus mengaku bahwa pihaknya mengandalkan cabang industri alat angkut, mesin, peralatan dan makanan dan minuman (mamin). "Industri mamin diperkirakan pada awalnya mengalami kelesuan permintaan. Namun penurunan harga BBM akan dapat mendongkrak kinerja industri ini," lanjutnya.
Dirjen Industri Alat Angkut, Transportasi dan Telematika (IATT), Budi Darmadi menambahkan, bahwa pertumbuhan industri khususnya di sektor otomotif dan permesinan terjadi karena kebutuhan suku cadang kendaraan tetap tinggi. Selain itu, para agen tunggal pemegang merek (ATPM) di Indonesia dikabarkan akan mendapatkan injeksi dana dari para prinsipalnya di luar negeri. "Investasinya akan ditanggung bersama antara industri assembling, finansial dan konsumen," tuturunya.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka (ILMTA), Ansari Bukhari mengungkapkan, penurunan kapasitas produksi yang terjadi sekarang ini merupakan yang cukup buruk selama sekian tahun. Sebab, kapasitas produksi baja turun sekitar 30-40 persen saat ini termasuk cukup buruk. "Baja saat ini memprihatinkan karena banyak yang mengurangi produksi."