NYON – Badan Sepakbola Eropa (UEFA) rupanya masih menganggap kompetisi antara klub-klub Benua Biru belum imbang. Karenanya, UEFA tengah mempertimbangkan opsi baru untuk memberlakukan pajak kepada klub-klub yang mengucurkan dana besar pada bursa transfer pemain. Benarkah?
Faktor pemain memang menjadi salah satu kunci sukses sebuah klub. Tidak heran, banyak klub rela menggelontorkan dana fantastis untuk mendatangkan pemain kelas dunia yang diyakini bisa mendongkrak performa tim.
Tawaran mega-dana Manchester City kepada playmaker andalan AC Milan Ricardo Kaka beberapa waktu lalu menjadi bukti. Klub milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan itu tak segan menawarkan nilai 100 juta poundsterling guna mendatangkan peraih Ballon d'Or 2007 itu ke City of Manchester Stadium.
Contoh lain bisa mengacu kepada raksasa La Liga Real Madrid yang sudah lama mengincar winger kebanggaan Manchester United, Cristiano Ronaldo. Los Galacticos juga dikabarkan siap merogoh kocek hingga 100 juta poundsterling demi memboyong CR-7.
Namun, bagaimana dengan klub-klub yang tidak memiliki kondisi finansial seperti City atau Madrid? Kans mereka berkompetisi di liga-liga lokal ataupun ajang bergengsi seperti Liga Champions tentunya tidak sebesar Madrid, United, atau Inter Milan karena tidak memiliki materi pemain seperti ketiga klub di atas. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan UEFA.
Presiden UEFA Michel Platini memang sempat mengusulkan untuk menetapkan batas maksimal nilai transfer bagi setiap tim. Tetapi, hal itu tampaknya belum dianggap cukup oleh UEFA.
Untuk itu, UEFA tengah memikirkan usulan tambahan berupa pemberlakuan sistem pajak terhadap klub-klub yang melakukan belanja pemain besar-besaran. Jika sebuah klub melakukan belanja pemain dengan nilai lebih besar dari batasan UEFA, maka klub tersebut diwajibkan membayar pajak, demikian dilansir reuters, Rabu (25/3/2009).
Klub-klub tersebut juga harus melunasi pajak mereka sebelum bisa berlaga di ajang kompetisi seperti Liga Champions atau Piala Eropa. Dengan hasil pajak itu, UEFA berniat mendistribusikannya kepada klub-klub kecil sehingga bisa lebih bersaing dengan nama-nama besar di Benua Biru.
Usulan ini diyakini pihak UEFA akan lebih bisa diterima ketimbang opsi lain seperti pemotongan gaji pemain.
"Tidak ada solusi yang mudah. Semua rencana memiliki kelemahan, beberapa lebih buruk dari yang lain. Rencana pemotongan gaji sepertinya akan sangat sulit diatasi dalam sebuah sistem dimana kompetisi seperti Liga Champions berbenturan dengan liga lokal," jelas juru bicara UEFA, William Gaillard.