MAKASSAR(SINDO) – Nilai tunggakan pajak di Kanwil DJP Sulselbartra dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mencapai Rp490 miliar.
Pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Sulsel mencapai Rp41 triliun yang berasal dari uang. Dari perputaran uang tersebut sekitar 70% dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).“Hingga potensi penerimaan pajak bisa mencapai Rp28,800 triliun.
Dari jumlah tersebut potensi realisasi hanya 10% atau sekitar Rp2,899 triliun, tapi yang terealisasi hingga kini baru 0,1%,”katanya. Hingga akhir tahun ini, DJP Kanwil Sulselbartra menargetkan pertumbuhan tax ratio hingga 9% dari pencapaian selama ini yang hanya 7%.
Tax ratio merupakan indikator kesadaran WP dalam membayar pajak. Guna menyelesaikan tunggakan pajak hingga akhir tahun ini,maka dalam tiga bulan ke depan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diwajibkan menyelesaikan kewajiban pajak 30 perusahaan yang berada dalam listing penunggak pajak terbesar, dengan target 50% tunggakan selesai pada Oktober 2008.
“Hal ini dimaksudkan bisa dilaporkan dalam realisasi penerimaan pajak tahun ini, sekaligus menopang APBN.”jelasnya. Menurut dia, sekitar 75% APBN ditunjang dari realisasi pembayaran pajak, seiring makin rendahnya pemasukan negara dari sektor minyak dan gas (migas).
Lebih lanjut,dari 30 perusahaan tersebut, jika terbayar akan menutupi sekitar 80% jumlah tunggakan pajak yang terhimpun kurang dari 10 tahun. Ketika disinggung nama perusahaan penunggak pajak tersebut, Dedy enggan menyebutkan dengan alasan etika. Namun, dia menyatakan bahwa 30 perusahaan tersebut masuk level perusahaan menengah ke atas.
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia (BI) Makassar Nugroho Santoso mengungkapkan, pembangunan daerah juga bergantung sistem bagi hasil pajak yang berhasil dihimpun. Sementara dana alokasi umum (DAU) pemerintah pusat sekitar 80% di setiap kabupaten/kota, hanya habis membayar gaji para pegawai negeri sipil (PNS).
Di sisi lain, dana alokasi khusus (DAK) lebih banyak digunakan untuk belanja daerah. “Dengan kondisi seperti ini,harus bisa dimaklumi jika pembangunan daerah mengalami perlambatan. Alasannya, belum terkelolanya secara maksimal sumber-sumber potensial daerah yang bisa menjadi sumber pembiayaan,” jelas Nugroho Santoso.