Follow Us :

JAKARTA, INVESTOR DAILY- Pengembang mengingatkan penerapan fasilitas likuiditas tidak akan berjalan efektif, jika peraturan insentif perpajakan rumah sederhana sehat (RSh) dan rumah susun sederhana milik (rusunami) belum direvisi.
 
Pengembang cenderung ragu-ragu memasarkan RSh dan rusunami, karena belum ada revisi acuan harga rumah bebas PPN. Kondisi ini disinyalir mengakibatkan pasokan RSh dan rusunami tahun ini teganggu. Seperti diketahui dalam fasilitas likuiditas perumahan telah menghapuskan batasan (plafon) harga rumah subsidi.

"Kami melihat terbitnya peraturan menteri keuangan tentang fasilitas likuditas belum sinktron dengan peraturan insentif perpajakan untuk RSh dan rusunami. Jika tidak segera disinkronkan, maka pembangunan perumahan, baik RSh maupun rusunami bisa melambat," ujar Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Teguh Satria kepada Investor Daily, di Jakarta, akhir pekan lalu.
 
Peraturan Pemerintah (PP) No 31 Tahun 2007 menyebutkan, rumah bebas pajak pertambahan nilai (PPN) adalah RSh dengan harga jual maksimal Rp 55 juta, dan rumah susun sederhana milik (rusunami) dengan harga maksimal Rp 144 juta per unit.
 
Teguh menambahkan, aturan perpajakan sekarang masih menyebut angka, sehingga menjadi benturan hukum, jika nanti penerima fasilitas likuiditas ingin membeli rumah pada kisaran Rp 60 – 80 juta per unit. Karena itu, REI meminta pemerintah segera menyesuaikan aturan pajak ini dengan skim pola baru pembiayaan perumahan.

Eko Adityo Nugroho

error: Content is protected