Permintaan Jaksa Agung Hendarman Supandji agar kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group disidik idang kian menunjukkan ketidakseriusan aparat hukum dalam menangani perkara ini. Patut diduga, langkah ini bagian dari upaya membendung gerak aparat Pajak yang getol menyidik kasus ini sejak tiga tahun yang lalu. Di tengah gencarnya upaya pemerintah menggenjot penerimaan pajak, sikap Jaksa Agung pun sungguh ironis. Hasil penyidikan Direktorat Jenderal Pajak mengindikasikan, negara telah dirugikan Rp 1,4 triliun. Inilah kasus pajak terbesar sepanjang sejarah Republik. Pelakunya pun tak tanggung-tanggung perusahaan perkebunan sawit milik Sukanto Tanoto, orang terkaya Indonesia pada 2006 dan 2008 versi majalah Forbes Asia.
Sungguh disesalkan, aparat penegak hukum selama ini tak kompak menyikapinya. Tim Pajak dibiarkan "bertarung" sendirian. Sejak kasus ini merebak pada awal 2007, polisi lebih sibuk mengusut kasus pembobolan uang Asian Agri senilai US$ 3,1 juta oleh Vin-ccntius Amin Sutanto ketimbang menelusuri indikasi pencucian uang oleh perusahaan sawit itu. Padahal ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa dana hasil "penghematan" pajak itu mengalir ke berbagai perusahaan Sukanto di luar negeri.
Alih-alih dilindungi, Vincent, yang berjasa membocorkan data penggelapan pajak ke Komisi Pemberantasan Korupsi, malah dijerat oleh polisi dan jaksa dengan pasal pencucian uang. Akibatnya, bekas petinggi Asian Agri itu kini meringkuk di penjara dengan hukuman kurungan 11 tahun. Belum lagi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menganulir penyitaan sembilan truk dokumen Asian Agri oleh tim Pajak dari tempat persembunyiannya di sebuah ruko di Duta Merlin, Jakarta Pusat.
Kini langkah tim Pajak kian berat setelah Hendarman "mengkhianati" janjinya sendiri yang diucapkan seusai gelar perkara bersama Kejaksaan dan Direktorat Pajak, April lalu. Saat itu Hendarman menjanjikan bahwa kedua instansi akan bekerja bareng untuk segera merampungkan berkas perkara hasil penyidikan tim Pajak.
Dengan langkah ini, diharapkan berkas perkara yang sudah tiga kali dikembalikan oleh Kejaksaan ke tim Pajak bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Tenggat yang dipatok untuk penyelesaian dua-dari total 21-berkas perkara ini pun cuma sebulan. Kenyataannya, hingga tenggat terlewati, berkas perkara tak kunjung rampung. Kejaksaan malah mengaku belum menerima dua berkas perkara itu, meski Direktorat Pajak menyatakan sebaliknya.
Wajar jika kemudian berbagai kalangan menuding Kejaksaan tak serius mengusut kasus ini. Apalagi tahun lalu sempat tersiar surat dari Jaksa Agung Muda Intehjen Wisnu Subroto yang meminta Direktorat Pajak mencabut pencekalan terhadap 11 tersangka petinggi Asian Agri.
Agar kasus ini tak terus terombang-ambing, sudah saatnya tim Pajak tak lagi mengikuti "irama" Kejaksaan. Serahkan saja 21 berkas hasil penyidikan ke aparat Gedung Bundar itu, berikut penjelasan yang transparan ke publik. Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat pun jangan cuma berpangku tangan. Rakyat menanti langkah konkret para pemimpin dan wakilnya untuk menyelamatkan uang negara.