JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan keberatan atas pengenaan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) yang diusulkan pemerintah. Tarif pajak itu mencapai tarif tertinggi hingga 200 persen.
Menurut Ketua Kadin Indonesia M.S. Hidayat, tarif pajak ini menyebabkan harga barang konsumsi di Indonesia sangat mahal. Dia mencontohkan tas wanita bermerek dikenai pajak hingga 40 persen. Padahal barang sejenis di negara tetangga tidak kena pajak barang mewah.
"Jadi warga Indonesia cenderung belanja di luar negeri," kata Hidayat di Jakarta awal pekan ini. Selain di Indonesia, PPnBM diterapkan di Vietnam dengan batas maksimum hanya 50 persen. Padahal peraturan perpajakan di Vietnam termasuk ketinggalan.
Hidayat mengatakan, selain membuat barang mahal, pajak ini bisa menimbulkan cascading effectatau pajak di atas pajak. Marmer atau wastafel yang sudah dikenai PPnBM, hasil akhirnya berupa apartemen atau rumah tetap dikenai PPnBM juga.
Ketua Apindo Sofjan Wanandi punya penilaian yang sama. Dia meminta PPnBM dihapus saja dan diganti dengan cukai. "Presentasi pajak penjualan barang mewah seharusnya yang wajar," kata Sofjan. Dia menilai usul pemerintah agar tarif PPnBM tertinggi 200 persen terlalu tinggi.
Meski dinilai memberatkan, pemerintah tetap mengusulkan tarif hingga 200 persen. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tarif maksimum ini dikenakan atas dasar prinsip keadilan. Pengenaan pajak itu untuk mengurangi regresivitas PPN dan membatasi konsumsi barang mewah.
Tentang usul mengganti PPnBM dengan cukai, Sri Mulyani menyatakan hal itu berbeda. Pengenaan cukai bertujuan mengurangi konsumsi atas dasar kesehatan dan keselamatan. Adapun PPnBM dikenakan untuk barang yang boleh dikonsumsi, tapi tujuannya untuk harmonisasi sosial.
Sri Mulyani menyarankan para pengusaha lebih realistis melihat kondisi dalam negeri. "Saya berharap kita melihatnya visi ke depan dan tidak berpikiran sempit," katanya. Yang pasti, kata dia, usul tarif tertinggi itu tidak akan diubah dan kini diserahkan kepada fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas.
Usul tarif pajak tertinggi untuk barang mewah ini didukung Ketua Panitia Khusus Perpajakan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Melchias Markus Mekeng. "Untuk barang seperti Ferrari pantas dikenai pajak 200 persen," katanya. Tapi, untuk barang jenis lain, masih akan ditinjau kembali.
Tentang barang apa saja yang masuk kategori mewah, Sri Mulyani mengatakan pemerintah perlu menyusunnya kembali. Direktorat Jenderal Pajak, kata dia, perlu mengatur lebih detail barang strategis yang tergolong mewah. "Nanti bisa masuk peraturan menteri keuangan peraturan pemerintah," katanya.
Revisi undang-undang pajak pertambahan nilai ini bertujuan membuat sistem perpajakan ramah bagi penerimaan negara sekaligus ramah untuk pengusaha. DPR mentargetkan pembahasan rancangan undang-undang ini setelah Lebaran agar bisa diterapkan tahun depan.
Gunanto ES