Follow Us :

JAKARTA. Walau pemerintah provinsi (pemprov) punya kewenangan penuh dalam menetapkan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pemerintah pusat tetap boleh melakukan intervensi. Pusat berhak meminta daerah menurunkan tarif pajak.

Pemerintah pusat bakal campur tangan kalau tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor, baik minyak maupun gas, yang ditetapkan pemprov menyulut kericuhan di masyarakat. "Daerah harus mempertimbangkan kepentingan nasional juga," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan (Depkeu) Anggito Abimanyu akhir pekan lalu.

Anggito menegaskan, pemerintah pusat bakal melakukan intervensi jika daerah memakai momentum kenaikan harga minyak mentah dunia untuk mengerek tarif pajak kendaraan bermotor. "Daerah akan ikut menikmati dalam situasi sulit," ujar dia.

Sekadar menyegarkan ingatan, pemerintah dan DPR telah sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD). Beleid ini juga mengatur tentang pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor paling tinggi 10% dari harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan pemerintah. Tapi, tarif maksimal berlaku untuk kendaraan pribadi. Khusus kendaraan umum, tarifnya paling besar 50% dari tarif pajak bahan bakar kendaraan pribadi yang ditetapkan pemerintah daerah.

Bahan bakar kendaraan bermotor, meliputi Premium, Pertamax, Pertamax Plus, Solar, dan bahan bakar gas (BBG). Dasar pengenaan pajak ini adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Mengurangi daya beli

Begitu UU PDRD berlaku, tidak serta-merta pemprov bisa langsung menerapkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Pemerintah memberikan batas waktu tiga tahun untuk menyesuaikan dengan aturan pajak itu.

Ketua Komite Tetap Perdagangan Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bambang Soesatyo menilai UU PDRD berpotensi mereduksi daya beli masyarakat. Soalnya, memberi beban pajak lebih tinggi di tingkat daerah dengan tujuan membatasi konsumsi. "Kebijakan perpajakan seharusnya mendukung penguatan daya beli dan konsumsi dalam negeri," kata Bambang.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah daerah tidak dapat seenaknya menarik pajak dan retribusi di luar dari jenis yang ada dalam RUU PDRD. Alasannya, calon aturan tersebut menganut sistem close list alias daftar tertutup. "Artinya, daerah hanya boleh memungut pajak dan retribusi sesuai yang telah ditetapkan undang-undang ini," tandasnya.

Jenis pajak yang bisa dipungut pemprov ada lima macam, antara lain pajak kendaraan bermotor dan pajak rokok. Sedang pajak yang bisa ditarik Pemerintah kabupaten dan kota ada 11 macam.Contohnya, pajak hotel, pajak hiburan, pajak sarang burung walet, pajak parkir, serta pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan.

error: Content is protected