JAKARTA. Empat bulan berlalu, penerapan penghapusan sanksi administrasi atau yang dikenal reinventing policy masih minim peminat. Bahkan realisasi penerimaan dari hasil kebijakan tersebut di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Perusahaan Masuk Bursa (PMB) belum mencapai 10% dari target yang ditetapkan.
Kepala KPP Jakarta Khusus M Hanif mengatakan, KPP Perusahaan Masuk Bursa menargetkan penerimaan minimal sebesar Rp 1 triliun dari reinventing policy. Bahkan KPP yang berisi wajib pajak perusahaan-perusahaan terbuka itu berharap, target bisa terlampaui hingga Rp 2 triliun. Namun kenyataannya, realisasi penerimaan dari kebijakan tersebut masih sedikit. "Sekarang ini baru Rp 82 miliar," katanya, Kamis (10/9).
Reinventing policy diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak.
Selain rendahnya peminat kebijakan reinventing policy,penerimaan pajak dari KPP Perusahaan Masuk Bursa juga belum memuaskan. Hingga akhir Agustus 2015, penerimaan pajak di KPP itu baru mencapai Rp 17,90 triliun. Padahal target penerimaan KPP PMB 2015 sebesar Rp 31,4 triliun.
Kepala KPP PMB Ketut Budiarta bilang, rendahnya penerimaan pajak dari reinventing policy terjadi karena masih banyak wajib pajak yang belum mengetahui manfaat kebijakan tersebut. Oleh karena itu, pihaknya akan terus melakukan sosialisasi. Dengan minimnya realisasi penerimaan reinventing policy, KPP ini memperkirakan penerimaan pajak tahun ini hanya tercapai 92%.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebenarnya sangat mengharapkan tambahan penerimaan dari kebijakan ini untuk menambal kekurangan atau shortfall pajak. Ditjen Pajak menargetkan penerimaan pajak dari upaya ini sebesar Rp 200 triliun. Namun di luar ekspektasi, kebijakan ini sepi peminat, hingga akhirnya otoritas pajak menurunkan target menjadi Rp 130 triliun.
Mereka beralasan, minimnya peminat reinventing policy adalah banyaknya data tak akurat yang dimiliki Ditjen Pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama sebelumnya mengatakan, penyiapan informasi membutuhkan waktu lama. Dalam prosedur normal saja bisa menghabiskan waktu enam bulan. "Sampai hari ini, penerimaan nasional reinventing policy masih Rp 30 triliun," kata Mekar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta, Yustinus Prastowo mengatakan, untuk mencapai target reinventing policy Rp 130 triliun masih berat. Dengan capaian baru Rp 30 triliun, Ditjen Pajak masih harus mengejar Rp 100 triliun dalam empat bulan. Apalagi ditambah dengan data yang tidak akurat.