Kalangan industri tepung dan terigu akan menaikan harga tepung dan terigu menyusul langkah pemerintah yang menghapuskan subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas gandum dan terigu pada tahun 2009. "Kalau subsidi PPN dihapus sebesar 10%, maka harga tepung dan terigu akan naik sekitar 10 persen juga. Jika semula harganya sebesar Rp 7000 per talo, maka nantinya akan menjadi Rp 7700," ujar Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Tepung dan Terigu Indonesia (Aptindo) saat dihubungi Neraca di Jakarta, Selasa Malam.
Menurut Ratna, bagi kalangan industri tepung, pencabutan subsidi Ppn tidak akan berpengaruh banyak karena hanya seperti memindahkan uang dari kantong kanan ke kantong lari saja. "Tapi bagi konsumen, kenaikan harga jelas akan berpengaruh besar. Apalagi daya beli masyarakat masih belum pulih," tegasnya.
Ratna juga mempertanyakan konsistensi kebijakan pemerintah lantaran sebelumnya pemerintah menginginkan harga tepung dan terigu diturunkan. Dengan pencabutan subsidi Ppn, maka otomatis harga tepung dan terigu kian sulit diturunkan.
Ratna menyebut, biasanya subsidi diberikan kepada komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak. "Kalau kedelai saja yang kebutuhannya sebesar 1,6 juta ton per tahun saja di subsidi, masa terigu yang kebutuhan pertahunnya sebesar 5 juta ton tidak disubsidi," tandasnya.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009, tidak lagi memberikan subsidi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas gandum dan terigu pada tahun 2009. Akibatnya anggaran subsidi pajak dalam rangka program kebijakan stabilisasi harga (PKSH) berkurang menjadi Rp 3 triliun dari sebelumnya Rp 4,9 triliun di tahun 2008.
Penurunan tersebut disebabkan Pemerintah tidak memberikan subsidi PPN atas gandum dan terigu. Pemerintah beralasan, harga gandum dan terigu di dalam negeri diperkirakan sudah stabil dan terjangkau oleh masyarakat.
Dengan diberhentikannya subsidi PPN atas gandum dan terigu maka di tahun 2009, subsidi pajak yang terkait dengan PKSH direncanakan mencapai Rp 3 triliun, yaitu untuk PPN atas minyak goreng.
Subsidi pajak pangan semula dimaksudkan dalam rangka menstabilkan harga barang-barang kebutuhan pokok yang sangat strategis, seperti minyak goreng, dengan kebijakan pengurangan beban pajak.
Pengurangan beban pajak tersebut, di satu sisi akan berdampak pada berkurangnya penerimaan negara di sektor tersebut, namun di sisi lain, beban masyarakat akan berkurang, karena dengan kebijakan pajak yang ditanggung oleh Pemerintah tersebut, maka harga barang-barang kebutuhan pokok strategis tertentu dapat dikendalikan, dan lebih terjangkau oleh masyarakat.
Selain itu di samping subsidi pajak yang diberikan dalam rangka program kebijakan stabilisasi harga, juga dialokasikan subsidi pajak untuk keperluan non-PKSH, yang terutama ditujukan untuk mendorong investasi di bidang eksplorasi migas dan panas bumi.
Alokasi subsidi pajak non-PKSH tahun 2009, secara keseluruhan jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 23,0 triliun. Rencana alokasi anggaran subsidi pajak non-PKSH tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi Rp 2,9 triliun, apabila dibandingkan dengan realisasi subsidi pajak non-PKSH yang diperkirakan mencapai Rp 20,1 triliun pada tahun 2008.
Subsidi pajak non-PKSH tersebut dialokasikan untuk subsidi pajak penghasilan (PPh) panas bumi sebesar Rp 800 miliar, subsidi PPh bunga obligasi sebesar Rp 1,2 triliun, subsidi PPN BBM dalam negeri bersubsidi sebesar Rp 10,0 triliun, subsidi PPN impor untuk eksplorasi sebesar Rp 8,5 triliun dan subsidi fasilitas bea masuk sebesar Rp 2,5 triliun. Dengan demikian, total subsidi pajak di RAPBN 2009 ditargetkan sebesar Rp 26 triliun atau naik Rp 1 triliun dibanding tahun 2008.