Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP, Rabu (23/3), di Jakarta. menjelaskan, persoalan pembahasan RUU Pengampunan Pajak dengan pembangunan gedung baru DPR merupakan dua persoalan yang berbeda dan tidak terkait. Untuk pembahasan UU, pemerintah berharap proses berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
Meskipun demikian, Johan mengakui, pemerintah sangat berkepentingan dengan RUU Pengampunan Pajak. Namun, pemerintah tak ingin menjadikannya sebagai posisi tawar untuk kepentingan apa pun.
Dugaan adanya barter muncul setelah Ketua DPR Ade Komarudin optimistis moratorium pembangunan gedung tak berlaku untuk pembangunan gedung baru DPR. "Saya yakin dan optimistis pasti bisa. Berulang kali saya tekankan, salah satu upaya yang bisa kami lakukan adalah segera membahas RUU Pengampunan Pajak. Dengan RUU Pengampunan Pajak dibahas DPR, saya yakin kondisi pasar akan bagus dan APBN-P kita tidak defisit," kata Ade (Kompas, 23/3).
Terkait gedung baru, Johan belum dapat memastikan apakah moratorium pembangunan gedung berlaku untuk DPR. Kebijakan pemerintah untuk memperpanjang moratorium pembangunan gedung diputuskan pada rapat terbatas di Kantor Presiden, 29 Februari 2016. Saat itu, Presiden menyampaikan, moratorium tak berlaku untuk pembangunan sarana pendidikan, pemberantasan narkoba, dan pencegahan/penindakan terorisme. Jika ada kebutuhan yang sangat mendesak dan penting, rencana pembangunan gedung harus seizin presiden. Kebijakan ini merupakan lanjutan kebijakan yang diambil pada 2014.
Johan mengatakan, tidak ada maksud Presiden untuk menukar pembahasan RUU itu dengan pembangunan gedung. "Sangat naif kalau urusan bangsa dan negara diselesaikan dengan barter kepentingan," katanya.
Bantahan soal barter juga disampaikan Ade. Menurut dia, kepentingan pembahasan RUU Pengampunan Pajak terlalu luas untuk dijadikan alat kompromi demi pembangunan gedung baru DPR. "Terlalu kecil kalau (RUU Pengampunan Pajak) untuk gedung baru DPR," katanya.
Anggota DPR dari PDI-P, Hendrawan Supratikno, mengatakan, RUU Pengampunan Pajak memang jangan sampai dijadikan alat tawar antara kepentingan pemerintah dan DPR. Namun, ia tidak memungkiri DPR memang berharap rencana pembangunan gedung baru DPR akan makin lancar dengan disahkannya RUU Pengampunan Pajak.
Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya mengatakan, fungsi legislasi sebaiknya tidak dijadikan alat kekuasaan untuk memenuhi keinginan kelompok politik di parlemen. Kepentingan nasional tak bisa dibandingkan dengan kepentingan DPR membangun gedung baru yang masih dipertanyakan urgensinya," ujarnya.