Follow Us :

JAKARTA. Pemerintah menjanjikan insentif perpajakan untuk mendorong pertumbuhan industri properti. Hanya saja, hingga kini insentif berupa peningkatan ambang batas pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk properti mewah menjadi Rp 30 miliar dari sebelumnya Rp 20 miliar serta pemangkasan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 pembelian properti dari 5% menjadi 1% belum juga terealisasi.

Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida menegaskan, pengembang properti menanti realisasi rencana pemerintah tersebut. Kebijakan tersebut bisa jadi stimulus pertumbuhan sektor properti yang belakangan tumbuh melambat. "Kami harap secepatnya. Kalau sudah mengeluarkan wacana itu direalisasikan, supaya ada kepastian," tutur Paulus dalam Property Outlook 2019, Kamis (24/1).

Menurut Paulus, pemberian insentif pajak untuk properti mewah ini akan mendorong masyarakat untuk membeli properti mewah dengan nilai Rp 5 miliar. Selama ini banyak orang enggan membeli hunian dengan nilai Rp 5 miliar karena tidak mau terkena PPh tambahan sebesar 5%. "Akhirnya yang harga aslinya Rp 5 miliar, malah banyak yang menghindari itu dengan mengecilkan luas dan lain-lain. Padahal setelah hitung-hitungan dengan pajak, nilainya tak begitu tinggi," terang Paulus.

Country General Manager Rumah123.com, Ignatius Untung menyatakan, tanpa insentif, sektor properti bakal tumbuh stagnan. "Apalagi ini tahun politik, setelahnya orang sibuk mempersiapkan Lebaran, sehingga belanja properti baru efektif pada semester II-2019," kata Untung.

Kepala Sub bidang Primer Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Asep Nurwanda belum bisa memastikan kelahiran kebijakan insentif pajak untuk sektor properti ini. Namun, ia optimistis sektor properti tetap tumbuh karena dukungan berbagai proyek infrastruktur yang sudah selesai. "Tahun ini pemerintah juga fokus pada program perumahan rakyat," jelas Asep yang ditemui di acara yang sama.

error: Content is protected