Pemerintah diusulkan agar menaikkan royalti perusahaan batu bara hingga mencapai 30%. Hal itu sesuai dengan kenaikan harga hasil tambang dan dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas pertambangan. Ketua Jaringan Advokasi Pertambangan (Jatam) Kalimantan Timur Kahar Al Bahri mengatakan rencana pemerintah menaikkan royalti perusahaan pertambangan hingga 7% dinilai masih kurang.
"Kalau masih di bawah 10% itu sangat kecil. Harusnya sekitar 30% dan pembagian ini harus dilakukan. Mengenai jumlah kenaikan, itu hanya akal-akalan pemerintah untuk menutupi kasus pertambangan yang saat ini sedang hangat dipermasalahkan," kata Al Bahri saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana menaikkan besaran setoran royalti perusahaan tambang. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (E-SDM) Purnomo Yusgiantoro, penaikan persentase setoran royalti merupakan salah satu opsi yang diajukan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba).
Namun, Bahri menjelaskan kenaikan royalti bukan solusi untuk menjawab permasalahan kasus pertambangan yang terjadi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur. Yang harus dilakukan pemerintah adalah menindak tegas perusahaan yang terbukti melakukan kesalahan dengan memutus perjanjian dan kontrak secara sepihak.
Untuk itu, ke depannya, pemerintah pusat dan daerah harus lebih meningkatkan koordinasi agar pengawasan terhadap perusahaan pertambangan tetap dilakukan sehingga perusahaan pertambangan tidak seenaknya melakukan penambangan di luar izin.
"Ini yang tidak pernah dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Yang penting memberikan pemasukan bagi daerah, izin diterbitkan, tanpa melihat dampaknya," tambahnya.
Sementara itu, secara terpisah, Dirjen Pajak Darmin Nasution menegaskan agar para pembangkang royalti segera membayar tunggakan. Mengenai reimburse dan klaim sebaiknya diajukan setelah pembayaran. "Pokoknya itu harus dibayar,"ujarnya di Gedung KPK, kemarin.