Follow Us :

Jakarta – Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2007 tentang fasilitas pajak penghasilan (PPh) untuk penanaman modal bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu, tidak akan mengurangi penerimaan pajak.

Namun lebih kepada antisipasi terhadap gejolak krisis finansial global yang sedang terjadi, walau tak dipungkiri ada momen penerimaan pajak yang hilang. "Itu bukan mengurangi penerimaan pajak, tapi memang ada kesempatan penerimaan pajak yang hilang," kata Dirjen Pajak Darmin Nasution di Jakarta, Selasa

Darmin menyebutkan, yang mendapat insentif PPh adalah investasi baru dan perluasan kapasitas sehingga kalau dia tidak melakukan keduanya maka penerimaan pajaknya akan seperti sekarang ini.

"Penerimaan masuk seperti yang ada sekarang, tetapi kalau ada invesiasi baru seharusnya ada hasil, ada pembayaran pajaknya, tapi dengan fasilitas ini, pembayaran pajaknya ditunda beberapa tahun ke depan," katanya.

Ia menyebutkan, pihaknya tidak bisa mengetahui berapa potensi kehilangannya karenakita tidak mengetahui berapa orang akan investasi dan mendapat fasilitas tersebut.

"Supaya fasilitas itu berjalan, memang diperlukan keputusan dari Dirjen Pajak atau Menkeu, kita diberi waktu 10 hari supaya insentif itu jalan," katanya.

Pemerintah sebelumnya merevisi PP 1 Tahun 2007 guna menarik modal investor dari luar untuk nimbrung di sektor riil, di kala pasar modal sedang tidak kondusif.

Adapun revisi ini tertuang dalam PP No. 62 tahun 2008 tentang perubahan PP Nol/ 2007. Beberapa perubahan dalam PP No. 62 tahun 2008 antara lain jumlah bidang usaha dan daerah lokasi investasi yang dapat memperoleh fasilitas PPh bertambah dari semula 15 bidang usaha dan 9 bidang usaha di daerah pada PP

1/2007 menjadi 23 bidang dan 15 bidang di daerah tertentu.

Beberapa fasilitas PPh yang dapat diberikan adalah, pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dao jumlah penanaman modal, dibebankan selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun, penyusutan dan amortisasi dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

Selain jumlah bidang usaha dan daerahnya bertambah, PP 62/2008 ini juga mengatur bahwa peraturan tersebut akan dievaluasi dalam waktu paling lama dua tahun.

Bidang usaha yang mendapatkan insentif diantaranya adalah pengembangan tanaman pangan yakni pertanian padi untuk industri perbenihan 2.000-3.000 ton per tahun dan budidayanya dengan prosesing terpadu lebih dari 5.000 hektar. Sedangkan untuk industri perbenihan tanaman palawija seperti jagung (3.000 ton per tahun).

Insentif juga diberikan untuk industri gula pasir dari tebu dengan kapasitas minimal 70 ribu ton per tahun. Selain itu, insentif juga diberikan untuk industri persiapan serat tekrtil kapas, dan insentif untuk transhipment port di Pulau Batam.

Lampaui Target

Kendati demikian, Darmin menegaskan bahwa penerimaan pajak 2008 dipastikan tidak akan terkena dampak dari krisis keuangan di Amerika Serikat Penerimaan pajak 2008 malah diperkirakan akan mencapai 105% dari target penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp534,53 triliun.

"Penerimaan pajak 2008 tidak ada masalah, apalagi sekarang penerimaan kita kan sudah cukup baik. Nah, kalau dihitung-hitung, kira-kira realisasinya 5% di atas APBNP. Kalau 5% di atas target APBNP berarti pertumbuhan penerimaan pajak nonmigas kira-kira 34% dibanding tahun

2007. ladi, praktis tidak ada pengaruh krisis terhadap penerimaan pajak 2008," kata Darmin.

Tetapi menurut Darmin kemungkinan dampak krisis AS akan sedikit mengganggu penerimaan pajak di tahun 2009. Hal itu terkoreksi karena terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang akan menurunkan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh).

Namun sentimen inflasi diperkirakan akan memberikan keuntungan bagi penerimaan pajak darisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Mencermati hal itu, Darmin mengakui target penerimaan pajak nonmigas di RAPBN 2009 sebesar Rp584,5 triliun memang sedikit optimis "di tengah gejolak kondisi perekonomian dunia yang berimbas ke dalam negeri. Sektor yang paling terpengaruh terhadap penerimaan pajak akibat krisis AS adalah pasar modal.

Anjloknya Indeks Harga Saham Cabungan (IHSG) dipastikan akan menurunkan penerimaan dari pajak transaksi saham, pajak final obligasi dan pajak final saham pendiri. "Tapi pajak dari sektor itu tidak cukup besar, makanya saya bilang terpengaruh sih iya, tapi tidak terlalu signifikan," kata Darmin.

Memang selain gangguan krisis keuangna global, penerimaan pajak tahun 2009 sedikit terpangkas akibat berlakunya UU KUP dan UU PPh yang baru. Darmin sebelumnya menyebutkan, dengan perlakuan UU tersbut, pihaknya kehilangan setoran hingga Rp47 triliun.

Dengan begitu, Darmin memperkirakan pertumbuhan penerimaan pajak nonmigas 2009 diperkirakan hanya 20,5% mengingat potensial toss setelah amandemen UU perpajakan mencapai 9,5% dari angka pertumbuhan penerimaan pajak normal.

"Makanya, tahun depan, kita harus bekerja lebih keras. Kalau tidak bekerja keras pasti berkurang, artinya target penerimaan di luar migas masih bisa tercapai, walau pertumbuhannya agak lebih lambat,".

error: Content is protected