JAKARTA – Langkah KPU yang mewajibkan semua donatur kampanye di atas Rp 20 juta menyertakan NPWP (nomor pokok wajib pajak) belum bisa diterima sepenuhnya oleh politisi. Masih timbul pro dan kontra.
Mantan Ketua RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan menilai hal tersebut tak sesuai aturan. Dia menilai bertentangan dengan ketetapan di UU Pemilu. Menurut anggota Fraksi Partai Golkar itu, kalau NPWP mau diterapkan, seharusnya hal tersebut diatur di UU Pajak, bukan di UU Pemilu atau peraturan KPU.
''Kalau sosialisasi NPWP belum efektif, jangan ditumpangkan dong di sini (dana kampanye),'' ujar Ferry saat rapat dengar pendapat dengan KPU di gedung parlemen Senayan, Jakarta, kemarin (1/12).
Pernyataan senada disampaikan anggota komisi II dari PPP Lena Mariana. Menurut dia, rencana KPU itu terlalu berani. ''Secara prosedur, KPU kurang tepat,'' ujarnya.
Sebab, menurut dia, wacana soal NPWP tersebut sebenarnya sudah muncul di DPR saat pembahasan RUU Pemilu lalu. ''Namun, kami tidak jadi memasukkannya dengan berbagai alasan,'' jelasnya.
Sekretaris Pimpinan Kolektif Nasional PDP Didik Supriyanto juga keberatan. Menurut dia, masyarakat seharusnya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyumbang parpol. Dengan begitu, parpol juga tidak mencari pemasukan dari jalur-jalur yang tidak halal.
''Penerapan NPWP terasa semakin membatasi penyumbang,'' tegasnya. Menurut Didik, pemerintah tampaknya ingin memonitor para penyumbang parpol. ''Nah, pemerintah itu kan juga bagian dari parpol. Tepatnya, parpol yang tengah berkuasa,'' ujarnya.
Sebaliknya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (BP Pemilu) PDIP Tjahjo Kumolo mengaku tidak keberatan dengan keputusan KPU yang mewajibkan pencantuman NPWP bagi setiap penyumbang. ''Kami setuju saja. Tidak ada masalah kalau harus dengan NPWP,'' katanya.
Menurut dia, PDIP akan mendukung transparansi pengelolaan keuangan partai dan pembiayaan kampanye. Baik itu sumbangan yang datang dari penyumbang resmi maupun hasil gotong royong kader.