Follow Us :

JAKARTA: Pemerintah dan DPR akan merealisasikan penghapusan pajak pertambahan nilai atas bahan mentah atau komoditas primer di sektor perikanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan pertanian yang langsung diambil dari sumbernya melalui pembahasan amendemen UU PPN dan PPnBM.

Ketua Panitia Kerja RUU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Vera Febyanthy mengungkapkan rencana penghapusan PPN komoditas primer itu telah masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

"Barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan yang diambil langsung dari sumbernya tidak akan dikenakan PPN yang berlaku 10%," ujar anggota Fraksi Demokrat itu, pekan ini.

Saat ini, pembebasan PPN hanya diberlakukan pada komoditas yang akan diekspor dalam bentuk bahan mentah. Namun, untuk komoditas yang diolah industri menjadi produk bernilai tambah di dalam negeri, justru dikenakan PPN sebesar 10%.

Pada dasarnya, lanjutnya, Fraksi Partai Demokrat sepakat dengan usulan itu karena pengenaan pajak terhadap komoditas primer sudah tidak lagi relevan. Dia berpendapat produsen seharusnya tidak dikenakan PPN karena pada saat pengambilan bahan mentah belum ada kegiatan yang menambah nilai barang sesuai dengan filosofi PPN.

Selain itu, penghapusan PPN atas bahan mentah juga bertujuan menghindari pengenaan pajak berganda.

Dia mencontohkan lateks yang baru disadap dari pohonnya selama ini sudah dikenakan PPN 10%. Padahal, lateks pada tahapan itu masih berupa bahan mentah dan belum memiliki nilai tambah. Setelah lateks itu berubah menjadi sebuah produk tertentu, pemerintah masih mengenakan PPN 10% sehingga terjadi pengenaan PPN dua kali.

Menurutnya, kebijakan ini sebenarnya masih sehat jika semua pelaku usaha di sektor tersebut ikut membagi beban pajak, mulai dari pelaku hulu sampai hilir. Akan tetapi, pada kenyataannya sejauh ini semua beban usaha ditanggung oleh petani atau pelaku budidaya pertanian.

"Kondisi ini, menyebabkan semakin banyak pajak dan retribusi yang dibebankan kepada sektor perkebunan, pertanian, perikanan, atau peternakan. Akibatnya, semakin kecil keuntungan yang akan diperoleh petani atau peternak," katanya.

Forum Komunikasi Komoditas Primer (FKKP) pernah mendesak Departemen Keuangan menuntaskan rencana penghapusan PPN 10%.

Kesepakatan prinsip

Sekretaris FKKP Zulhefi Sikumbang mengatakan pada prinsipnya Menteri Keuangan telah menyetujui penghapusan PPN komoditas primer tetapi masih terganjal masalah definisi. Dia juga meminta menteri keuangan menjelaskan jenis komoditas primer apa saja yang mendapatkan PPN 0%.

Sementara itu, Soeharto Honggokusumo, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, berharap definisi komoditas dan produk primer yang ditetapkan nantinya mengacu pada batasan internasional. Dia mengharapkan masalah PPN itu dapat dituntaskan secepatnya.

Di tempat terpisah, pemerintah mengungkapkan pertimbangan rencana kenaikan tarif PPnBM hingga 200% didasarkan pada unsur keadilan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu menjelaskan tarif PPnBM baru nantinya dikenakan hanya untuk produk-produk yang memenuhi kriteria dalam UU atau disesuaikan berdasarkan unsur kemewahan dan keadilan, seperti mobil mewah dan barang elektronik.

"Untuk mobil mewah misalnya bisa sampai 200%. Ini menyangkut unsur kemewahan dan keadilan," jelasnya. 

Erna S. U. Girsang

error: Content is protected