Menarik bagi Investor Domestik, Investor Asing Jangan Diharapkan
Jakarta, Kompas – Tarif Pajak Penghasilan atau PPh atas kupon obligasi yang diterima wajib pajak turun, yakni dari 20 persen menjadi 15 persen. Kebijakan ini diharapkan dapat mendukung perbaikan daya beli masyarakat.
Menurut Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Sumihar Petrus Tambunan di Jakarta, Rabu (18/2), penurunan PPh atas kupon obligasi itu merupakan amanat dari Undang-Undang PPh, yaitu UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh.
Penurunan tarif PPh untuk kupon obligasi tersebut, kata Sumihar, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2009 tentang PPh atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.
Dijelaskan, pada pasal tiga PP tersebut disebutkan, pajak untuk bunga obligasi yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha diturunkan dari 20 persen menjadi 15 persen. Adapun tarif PPh bagi wajib pajak luar negeri tetap 20 persen dari jumlah bruto bunga, sesuai masa kepemilikan obligasi.
Menurut Sumihar, penurunan tarif PPh kupon obligasi ini belum diperhitungkan dalam stimulus fiskal bidang perpajakan yang telah diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yaitu senilai Rp 43 triliun.
Dengan penurunan itu, para pemilik dana diharapkan lebih bergairah membelanjakan uangnya pada produk-produk obligasi. ”Selain itu, kami juga berharap, fasilitas PPh kupon obligasi ini bisa menggairahkan sektor riil karena pembiayaan usaha yang bersumber dari obligasi menjadi jauh lebih menarik,” katanya.
Selain menurunkan tarif PPh untuk kupon obligasi, pemerintah juga mengubah tarif PPh untuk diskonto obligasi yang diterima wajib pajak reksa dana, yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Menarik
Pengamat pasar modal dari Bank Standard Chartered, Eric Alexander Sugandi, menyatakan, turunnya tarif PPh tersebut bisa menarik investor dalam negeri.
Namun, fasilitas itu belum efektif untuk menarik dana investor asing di saat kondisi pasar modal dan keuangan global masih sangat ketat.
”Investor dalam negeri bisa diharapkan melirik produk obligasi untuk investasinya. Namun, bagi investor asing belum bisa diharapkan masuk karena mereka masih menghadapi masalah pengetatan likuiditas, ditambah lagi adanya tarikan dana ke Amerika Serikat dan flight to quality (perilaku investor yang menjauhkan investasinya dari kawasan berisiko tinggi),” ujar Eric.
Belum kompetitif
Adapun pengamat pajak, Darussalam, berpendapat, penurunan tarif PPh tersebut belum kompetitif apabila dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN. Akan tetapi, jika pembeli obligasi adalah perusahaan reksa dana yang terdaftar di Bapepam, investasi dalam bentuk obligasi sangat menguntungkan karena tidak dikenai pajak hingga tahun 2010.
Darussalam menjelaskan, di Malaysia, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan maupun pemerintah dikecualikan dari pengenaan pajak.
Di Singapura, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah juga dikecualikan dari pengenaan pajak jika dibeli oleh individu. Namun, jika dibeli oleh perusahaan dikenai pajak 10 persen.
”Di Vietnam, obligasi yang diterbitkan perusahaan tidak dikenai pajak jika pembelinya orang pribadi, tetapi jika pembelinya adalah perusahaan kena pajak sebesar 25 persen,” ujar Darussalam. (OIN)