Follow Us :

JAKARTA, Investor Daily

Rencana pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) bunga atau kupon obligasi sebagai underlying reksa dana pendapatan tetap ditanggapi beragam kalangan manajer investasi (MI). Sedangkan rencana pengenaan PPh badan sebesar 28% dinilai positif.

“Pengenaan pajak badan sebesar 28% merupakan keputusan positif karena turun dari sebelumnya 30%,” kata Dirut Batavia Prosperindo Asset Management Rudy Johansen kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (21/7).

Dirjen Pajak Darmin Nasution kepada wartawan, kemarin, mengungkapkan, pemerintah akan memberlakukan PPh dari bunga atau kupon obligasi dalam reksa dana pendapatan tetap mulai awal 2009.

Padahal, selama ini reksa dana pendapatan tetap tidak dikenai pajak atas kupon jika usia atau jangka waktu jatuh tempo reksa dana tersebut kurang dari lima tahun. Itu berarti pemerintah akan mengenakan pajak reksa dana pendapatan tetap, baik berumur kurang dari lima tahun maupun lebih.

“Belum pasti angkanya berapa untuk pajak atas kupon obligasi dari reksa dana pendapatan tetap. Tapi untuk PPh badan dipastikan 28%,” ujar Darmin.

Selain akan memberlakukan PPh bunga atau kupon obligasi sebagai underlying reksa dana pendapatan, pemerintah menetapkan perusahaan yang masuk bursa (go public) mendapat penurunan tarif sebesar 5% dari tarif normal dengan syarat, antara lain paling sedikit 40% sahamnya dimiliki masyarakat.

Perlu Diperjelas

Fund Manager Sarijaya Aset Manajemen Daniel Dwi Seputro mengatakan, kebijakan baru Ditjen Pajak perlu diperjelas terkait angka atau besaran pajak kupon yang akan dikenakan. Pasalnya, industri perlu mengetahui secara pasti arah kebijakan otoritas, apakah berdampak positif terhadap industri atau tidak.

Menurut Daniel, keputusan pengenaan pajak di satu sisi bisa berdampak positif karena bisa meningkatkan daya saing industri. “Artinya, industri tidak perlu terlalu mendapat insentif berlebihan sekaligus industri reksadana bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara. Namun, di sisi lain ada yang belum siap karena sudah biasa dengan insentif dari pemerintah,” paparnya.

Vice President Investment Management Division Head BNI Securities Isbono MI Putro mengaku terkejut dengan kebijakan yang ditetapkan Ditjen Pajak. Soalnya, selama ini beredar wacana tentang pembebasan pajak atas kupon obligasi dari reksa dana pendapatan tetap.

“Kalau memang jadi diterapkan, itu bisa mengganggu going concern industri reksa dana, padahal selama ini direncanakan untuk terus dibebaskan,” tutur Isbono.

Dia juga pesimistis terhadap eksistensi reksa dana pendapatan tetap jika pajak baru itu diterapkan. “Jadi, Ditjen Pajak harus menjelaskan secara detail masalah ini,” tandasnya.

Rudi Johansen menambahkan, dirjen pajak seharusnya perlu memperjelas tiga hal penting terkait kebijakan pajak. Pertama, jenis pajak. Kedua, objek pajak. Ketiga, pihak yang dikenai pajak.

Itu berarti, kata Rudi, rencana pengenaan pajak PPh badan sebesar 28% wajar dikenakan kepada investor institusi, bukan perorangan. Namun, kebijakan pajak yang tergolong baru tersebut perlu lebih diperjelas untuk menghindari anggapan seolah-olah yang akan dikenai pajak adalah institusi penerbit reksa dana, bukan investornya. “Ini perlu diperjelas karena bisa salah pengertian,” kata Rudi.

Daniel memastikan PPh badan sebesar 28% akan dikenakan kepada investor institusi, bukan lembaga penerbit reksa dana. Lembaga penerbit atau MI hanya berkewajiban membayar pajak pada akhir tahun berdasarkan laporan keuangan MI sebagai perseroan terbatas (PT).

Daniel juga mengharapkan dirjen pajak memperjelas rencana pengenaan pajak final atas reksa dana pendapatan tetap. “Apakah pajak final yang berlaku ketika terjadi transaksi itu tetap berlaku atau juga diubah pemerintah,” tuturnya.

Pajak final merupakan pengenaan pajak yang ditetapkan pemerintah selama ini ketika terjadi transaksi jual-beli obligasi. Jumlahnya ditetapkan 20%, sehingga investor perorangan maupun institusi tidak lagi dikenai pajak atas bunga atau kupon yang diakumulasikan.

Dapen Bebas

Sementara itu, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Eddy Praptono mengemukakan, aturan baru Ditjen pajak juga perlu diperjelas. Pasalnya, jika PPh badan yang dimaksudkan akan dikenai sebesar 28% itu diberlakukan, pihaknya seharusnya bebas.

Soalnya, lembaga dana pensiun (Dapen) memiliki aturan tersendiri yang tidak terkena pajak badan atas reksa dana pendapatan tetap. “Rencana ini perlu diperjelas, karena Dapen menurut aturan tidak bisa dikenai pajak badan 28%,” kata Eddy. (fei)

Julius Jera Rema

error: Content is protected